Perkembangan AI di Industri Musik Saat Ini, Memicu Senjakala Karya Manusia?

Muncul kekhawatiran hingga penolakan dari musisi dunia mengenai penggunaan AI yang melanggar hak para seniman.

oleh Ratnaning Asih Diperbarui 27 Feb 2025, 19:00 WIB
Diterbitkan 27 Feb 2025, 19:00 WIB
Pameran Instrumen Play It Loud
Gitar yang dimainkan oleh musisi legendaris, Chuck Berry ditampilkan di pintu masuk pameran Play It Loud: Instruments of Rock & Roll di Metropolitan Museum of Art di New York, 1 April 2019. (AP/Seth Wenig)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Akhir tahun 2023 lalu, musisi Bad Bunny mencak-mencak gara-gara sebuah konten yang viral di media sosial. Pasalnya, konten tersebut berupa lagu yang menampilkan suaranya, tapi ia sama sekali tak menyanyikannya.

Ya, konten bertajuk "Demo #5: Nostalgia," ini dibuat lewat “pita suara” artificial intelligence (AI) alias kecerdasan buatan.

“Ada orang-orang yang kumengerti, tapi ada juga yang enggak. Ada orang terhubung denganku, dan ada yang enggak. Dan kalau kalian suka lagu t** yang viral di TikYok itu, silakan tinggalkan grup ini,” kata penyanyi Puerto Rico tersebut dalam unggahan di kanal WhatsApp-nya, seperti dilansir dari People.

Ia melanjutkan kalimatnya dengan nada penuh amarah, “Kalian tak berhak menjadi temanku.”

Diwartakan NME, lagu ini dibuat lewat layanan AI FlowGPT. Tak hanya viral di TikTok, lagu ini juga meraup 700 ribu stream di Spotify. Tak cuma Bad Bunny, suara penyanyi lain seperti Justin Bieber, Drake, The Weeknd, dan Daddy Yankee juga digunakan untuk membuat konten serupa.

Dan seperti kasus Bad Bunny, lagu-lagu ini juga meledak dan jadi viral. NME mencatat dalam hitungan jam, lagu “Heart On My Sleeve” mencapai 13 juta penayangan di TikTok saat pertama kali muncul. Tak cuma di medsos ini, lagu tersebut juga ramai diputar di platform streaming terkemuka seperti Apple Music, Spotify, dan Tidal.

Penggunaan AI yang merangsek dalam industri musik rupanya bikin musisi gamang.

Reaksi pada Musisi soal AI

Paul McCartney
Paul McCartney. (AP Photo)... Selengkapnya

Banyak musisi lintas generasi yang bersuara keras atas fenomena ini. Frontman Stereophonics, Kelly Jones dan Nick Cave menentang penggunaan AI dan ChatGPT untuk menulis lagu.

“Itu adalah sebuah ejekan mengerikan terhadap makna dari menjadi manusia,” kata mereka.

Ed Sheeran juga menyuarakan kekhawatiran mengenai AI secara umum, yang bisa merampas mata pencaharian manusia. “Aku enggak tahu mengapa kalian membutuhkannya – jika ini mengambil pekerjaan dari seorang manusia, menurutku itu mungkin hal yang buruk,” kata dia.

Pelantun "Too Sweet" Hozier, mengungkap bahwa ia tak yakin lagu dari AI bisa dianggap sebagai karya seni. "AI tidak bisa menciptakan sesuatu berdasarkan pengalaman manusia. Jadi saya tak tahu apakah bisa memenuhi definisi seni," kata dia, dilansir dari BBC

Sementara pentolan Beatles, Paul McCartney, menyambut AI, tapi dengan sebuah catatan penting.

"AI adalah hal yang sangat hebat, tapi itu seharusnya tak merampok para orang kreatif. Pastikan Anda melindungi para pemikir kreatif, seniman kreatif, bila tak mau kehilangan mereka. Sesederhana itu," kata dia pada Januari lalu dalam wawancara BBC, dilansir dari USA Today.

Bakal Lebih Menantang pada Masa Mendatang

Pengamat musik Virginie Berger dalam kolom Forbes Desember 2024 lalu, memprediksi bahwa mencatat generative AI bakal menghadirkan tantangan yang kian besar pada masa mendatang di industri musik. Apalagi komposisi lagunya sudah sulit dibedakan dengan buatan manusia.

AI disebut melatih modelnya dengan sangat cepat dari data yang dikumpulkan di internet, tapi akuntabilitasnya masih belum jelas.  

Inggris adalah salah satu negara yang berniat untuk melakukannya. Pemerintahnya tengah menggodok rencana perubahan undang-undang hak cipta terkait generative AI.

BBC mencatat, pemerintah Inggris mempertimbangan kemungkinan perusahaan AI untuk bisa menggunakan materi yang tersedia secara daring tanpa mempertimbangkan hak cipta, bila digunakan untuk pengumpulan teks atau "menambang" data.

Sementara para seniman atau pencipta memiliki hak untuk memilih tidak ikut menyertakan karyanya dalam proses ini.

Is This What We Want?

Album Is This What We Want. (Tangkapan layar Spotify)
Album Is This What We Want. (Tangkapan layar Spotify)... Selengkapnya

Hanya saja, sejumlah pihak meragukan para seniman atau artis bisa menghubungi ribuan penyedia AI satu demi satu bila ingin melarang penggunaan karyanya--atau memonitor penggunaan hasil ciptaan mereka yang beredar di internet.

Alhasil, seribu lebih artis Inggris merapatkan barisan dan merilis album bertajuk Is This What We Want pada Selasa pekan ini. Album ini berisi 12 lagu yang bila judulnya dibaca sesuai urutan, maka akan mengungkap pesan: "The British Government Must Not Legalise Music Theft to AI Companies (Pemerintah Inggris Tak Boleh Melegalkan Pencurian Musik oleh Perusahaan AI). 

Imogen Heap, Yusuf Islam atau Cat Stevens, Tori Amos, Hans Zimmer, Kate Bush, Damon Albarn, Annie Lennox, Billy Ocean, Ed O'Brien dari Radiohead, Dan Smith dari Bastille, Jamiroquai dan masih banyak lagi, ikut serta dalam pembuatan album ini.

Rollingstones mewartakan bahwa album ini berisi rekaman studio kosong maupun gedung pertunjukan yang kosong. Ini menjadi simbol yang ingin mereka sampaikan, soal kekhawatiran mengenai senjakala karya lagu manusia pada masa mendatang.

"Apakah dalam musik pada masa mendatang, suara kami tak akan terdengar?" kata Kate Bush dalam pernyataannya. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya