Liputan6.com, Jakarta Mak Si’um, yang memiliki nama asli Umriyah, merupakan salah satu pembatik Batang legendaris yang masih bertahan meskipun usianya telah mencapai 86 tahun. Di tengah arus modernisasi yang membuat jumlah pembatik tradisional semakin menyusut, Mak Si’um tetap setia menggunakan canting untuk menciptakan karya Batik Tulis Batang yang memiliki nilai seni tinggi.
Setiap bulan, Mak Si’um berhasil menghasilkan satu hingga dua karya batik dengan kualitas yang konsisten. Salah satu motif andalannya adalah motif Alas Roban, yang memiliki keunikan tersendiri. Motif ini menggambarkan parade binatang, meskipun dengan tubuh yang terpotong sebagai bentuk penghormatan terhadap larangan menggambar makhluk hidup dalam ajaran jamaah Rifaiyah.
Advertisement
Selain itu, batik Batang juga dikenal dengan teknik tiga pewarnaan atau "tiga negeri", di mana penggunaan warna sogan ireng-irengan menciptakan nuansa coklat kehitaman yang khas. Proses remukan, yakni pencairan lilin batik hingga menghasilkan garis-garis yang tidak tegas, semakin menambah keunikan setiap karya yang dihasilkan.
Bagi Mak Si’um, membatik bukan hanya pekerjaan, tetapi juga merupakan bagian dari kehidupannya. "Membatik itu bagian hidup Ma’e," ujar Muthola’ah, anak bungsu Mak Si’um yang kini berusia 37 tahun.
Sumber Penghasilan
Karya-karya batik Mak Si’um tak hanya menjadi sumber penghasilan, tetapi juga memungkinkan dirinya untuk mendukung pendidikan dan kehidupan anak-anaknya setelah kepergian suaminya pada tahun 1998. Berkat ketekunan dan dedikasi, Mak Si’um mampu menyekolahkan anak-anaknya hingga masuk pondok pesantren, membuktikan betapa pentingnya peran batik dalam kehidupan keluarganya.
Di kediamannya di Kabupaten Batang, Mak Si’um masih aktif menerima pesanan batik kustom dari pelanggan. Pelanggan dapat memesan motif yang disesuaikan dengan keinginan mereka, mulai dari motif alas roban yang paling sering ia buat hingga desain unik lainnya seperti ayam nggeblak, di mana ayam tersebut digambarkan dengan kaki yang miring akibat kepleset.
"Kalau ada yang pesan, minta motif apa, saya buatin. Bisa selesai dalam tiga minggu untuk satu kain batik," ungkapnya dengan penuh keyakinan.
Advertisement
Melestarikan Tradisi
Meskipun usianya sudah senja, Mak Si’um tetap mempertahankan semangatnya dalam melestarikan tradisi membatik. Ia mendapatkan bantuan dari adiknya untuk mengurus pengiriman dan pembayaran pesanan.
"Waktu itu pernah diundang ke Kedutaan Belanda di Jakarta, orang hanya lihat kain batik saya, terus foto. Tapi uangnya tidak saya terima langsung, karena transfer dilakukan oleh adik saya yang membantu," jelasnya.
Keberlanjutan tradisi membatik Mak Si’um pun akan terus dijaga oleh generasi penerusnya. Anak-anaknya yang pernah berhenti sejenak untuk membatik kini siap belajar kembali agar warisan budaya Batik Tulis Batang tetap hidup dan berkembang.
"Saya akan teruskan, meski dulu sempat berhenti. Tapi saya akan belajar lagi," pungkas Muthola’ah, menunjukkan komitmennya untuk melestarikan seni batik di Batang.
