Wali Kota Risma Sebut PLTSa di Surabaya Bakal Beroperasi November 2019

Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini menuturkan, di TPA Benowo selama ini telah menghasilkan listrik dua megawatt.

diperbarui 18 Jul 2019, 13:00 WIB
Diterbitkan 18 Jul 2019, 13:00 WIB
Top 3: Ini yang Buat PBB Membanjiri Risma dengan Pujian
Wali Kota Tri Rismaharini berbagi pengalaman menata Kota Surabaya kepada delegasi Konferensi Permukiman di Perkotaan antar-Negara PBB.

Surabaya - Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini (Risma) menuturkan, pada Juli 2019, tengah kebut proses addendum kontrak antara PT Sumber Organik (PT SO) dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk mewujudkan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa).

Risma menuturkan, pada rapat terbatas, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memerintahkan PLN untuk segera menuntaskan PLTSa agar November segera diresmikan. Selain itu, diharapkan menghasilkan listrik lebih besar dari sebelumnya.

"Pak Presiden sudah memerintahkan agar PLN segera memprosesnya. Dari PLN bilang, mudah-mudahan Juli kelar, sehingga November sudah diresmikan," tutur Risma, seperti dikutip dari laman suarasurabaya.net, Kamis (18/7/2019).

Ia menuturkan, di Tempat Pemprosesan Akhir (TPA) Benowo selama ini telah menghasilkan listrik dua megawatt. Setelah PLTSa diwujudkan akan menghasilkan listrik 11 megawatt.

Risma mengatakan, perkembangan PLTSa yang dibangun di TPA Benowo sudah 90 persen.

Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kebersihan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH), Eri Cahyadi menuturkan, untuk mendatangkan alat di PLTSa memang harus ada penandatanganan kontrak antara PLN dan PT SO sehingga diharapkan Juli bisa dilaksanakan. Selanjutnya pemasangan alat sekaligus uji coba.

"Sebenarnya tinggal pemasangan alat selanjutnya uji coba. Setelah nanti bisa menghasilkan listrik 11 megawatt, maka akan diresmikan pada November nanti bersama kota lain seperti Solo, Bekasi dan Jakarta," ujar dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Surabaya Siapkan Operasikan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah

PT PLN (Persero) melalui anak usahanya, PT Indonesia Power Unit Pembangkitan (UP) Bali, mengolah limbah sampah menjadi bahan bakar untuk pembangkit listrik. Langkah ini untuk membantu mengurangi sampah di Kabupaten Klungkung, Bali.
PT PLN (Persero) melalui anak usahanya, PT Indonesia Power Unit Pembangkitan (UP) Bali, mengolah limbah sampah menjadi bahan bakar untuk pembangkit listrik. Langkah ini untuk membantu mengurangi sampah di Kabupaten Klungkung, Bali.

Sebelumnya, empat kabupaten dan kota dinyatakan siap melaksanakan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa), salah satunya Surabaya, Jawa Timur. Hal ini setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengecek langsung satu per satu dari 12 kota/kabupaten yang mengusulkan untuk pembangunan PLTSa.

"Mudah-mudahan tahun ini ada yang bisa selesai, yaitu di antaranya adalah Surabaya, Bekasi, Solo yang prosesnya cukup baik. Kemudian yang sudah mulai adalah DKI Jakarta," ujar Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung, usai Rapat Terbatas Perkembangan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah di Kantor Presiden, seperti dikutip dari laman Setkab, Selasa (16/7/2019).

Daerah lain yang persoalannya relatif sudah tertangani dengan baik, menurut Pramono yaitu Bali. Oleh karena itu, Pramono dalam kesempatan itu didampingi Sekda dan Wakil Wali Kota Denpasar.

Ia menuturkan, persoalan sampah ini sudah cukup lama karena memang ada perbedaan persepsi, pandangan antara PLN dengan daerah-daerah yang ada.

"Tadi presiden menegaskan karena Perpresnya sudah ada. Hitungannya sudah ada, Rp 13 koma sekian per KWH,” maka itulah yang dijadikan acuan. Maka diminta kepada PLN dalam hal ini perhitungannya bukan berdasarkan keuntungan tetapi sekali lagi adalah dalam rangka untuk pembersihan sampah di kota-kota yang ada,” ujar dia.

Ia mencontohkan, di Bekasi itu sudah hampir 1.700 ton per hari. Belum yang 8.000 ton per hari dari Bantar Gebang, dari Bekasi sendiri sudah cukup tinggi.

Jadi dengan demikian empat kota prioritas yaitu Surabaya, Bekasi, Solo, dan DKI Jakarta akan dikawal secara langsung oleh presiden untuk penyelesaiannya. Kemudian kelima adalah Bali. Sedangkan tujuh daerah lainnya diminta untuk membuat prototype sama dengan daerah-daerah yang lain.

Persoalan yang ada, menurut dia selalu klasik yaitu persoalan tipping fee. Ini karena setiap daerah, hal yang berkaitan dengan tipping fee atau biaya pengelolaan sampah ini berbeda-beda. Jawa Timur misalnya cukup murah, hanya sekitar Rp 150.

Padahal menurut dia, tipping fee di dalam Perpes sudah diatur maksimum sebesar-besarnya Rp 500 sehingga sudah ada payung hukumnya. Akan tetapi, semuanya tidak berani ambil posisi, mengambil kebijakan karena takut persoalan hukum dan sebagainya.

"Maka presiden menegaskan bahwa risalah rapat pada hari ini adalah merupakan payung hukum, termasuk payung hukum di dalam menyelesaikan semua persoalan yang ada di dalam penyelesaian sampah," kata dia.

Ia mengharapkan, lima daerah ini segera selesai, dan tujuh daerah segera bisa mengikuti karena peraturan presidennya sudah sangat jelas terhadap hal itu.

 

Penanganan Berbeda-beda

Ia menambahkan, masalah penanganan LTSa ini memang berbeda-beda. Contohnya DKI Jakarta misalkan, persoalan sampah sangat serius. Oleh karena itu, DKI Jakarta sendiri, hampir 2.000 yang siap untuk dijadikan pembangkit listrik tenaga sampah, sedangkan di daerah lain rata-rata itu 1.000 ton sudah cukup seperti Solo.

Bekasi karena penyangga Jakarta kemudian juga Tangerang, sampahnya cukup besar. Sampah ini menjadi persoalan yang cukup serius di beberapa kota besar sehingga pembangkit listrik tenaga sampah dalam rangka menyelesaikan persoalan itu.

"Jadi persoalan sampah harus diutamakan bukan persoalan keuntungan yang diperoleh secara pembangkit listriknya," kata dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya