Liputan6.com, Surabaya - Umumnya, mahasiswa sarjana (S-1) akan lulus mengenyam pendidikan pada usia 22 hingga 24 tahun. Namun, tidak bagi seorang mahasiswa muda dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) bernama Fachruddin Ari Setiawan yang akan diwisuda menjadi sarjana pada usia yang baru mencapai 19 tahun 8 bulan, Sabtu, 14 September 2019.
Menjadi salah satu calon sarjana dari sebuah perguruan tinggi kenamaan tentunya menjadi hal yang sangat menakjubkan bagi banyak orang. Terlebih dari ITS, sebuah kampus teknologi ternama yang dijuluki Kampus Pahlawan. Apalagi bisa merampungkan pendidikan dalam usia yang masih terbilang cukup belia untuk ukuran seorang sarjana.
Pada usia 19 tahun, usia umumnya para mahasiswa baru menapaki jenjang perkuliahan, Fachruddin, mahasiswa Departemen Teknik Elektro justru akan dikukuhkan sebagai sarjana dalam wisuda ke-120 ITS.
Advertisement
Baca Juga
Tak banyak yang mengetahui, kecuali hanya teman-teman seangkatannya dan Unit Kegiatan Mahasiswa Tari dan Karawitan (UKTK) yang diikutinya. Wajah dewasanya memang tidak menggambarkan jika usianya masih semuda itu.
Kisah Fachruddin yang biasa disapa Ari ini bermula ketika ia memasuki Sekolah Dasar (SD) di usia yang cukup dini, yakni 4 tahun. Kala itu, batasan umur bagi siswa SD memang tidak terlalu ketat, terlebih bagi Ari yang tinggal di desa bersama neneknya. Tanpa melalui pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) terlebih dahulu, Ari bersekolah di bawah penjagaan neneknya yang juga mengajar di sana.
"Kalau mau masuk TK dulu, enggak ada yang menjaga, dan saat itu saya juga sudah dianggap mumpuni untuk bisa langsung masuk SD,” terang pria asal Kediri ini, Kamis (12/9/2019).
Pendidikan putra sulung dari dua bersaudara ini di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) berjalan dengan kurun waktu normal seperti pada umumnya.
Hingga Ari memasuki SMA Negeri 1 Kediri pada 2013. Kemudian ia menjalani kelas akselerasi selama dua tahun sehingga lulus pada usia 15 tahun. Dukungan orangtua juga menjadi salah satu dorongan baginya untuk terus semangat melanjutkan pendidikan, meski usianya sangat muda.
"Memang begitu ajaran orangtua saya, kalau orangtuanya S-2, anaknya harus bisa S-3. Itu yang menyemangati saya," ujar pemuda yang juga hobi bermain karawitan ini.
Suasana di perkuliahan pun, lanjut Ari, baginya tidak terlalu berbeda dengan yang dialami teman-temannya yang lain. Diskriminasi tidak ia alami sedikit pun walaupun dia termasuk mahasiswa paling muda di departemennya. Sesekali memang teman-temannya tidak percaya dengan usianya yang masih 15 tahun saat itu, tapi menjadi terbiasa seiring waktu berjalan.
"Dulu kalau ditanya masalah usia, saya sampai harus mengeluarkan surat-surat yang mencantumkan tanggal lahir saya supaya teman-teman saya percaya," ungkap penghobi menulis genre romansa ini tersenyum.
Masa pendidikannya selama di ITS dihabiskan dalam kurun waktu normal, yakni empat tahun. Selama itu, beberapa kegiatan di sejumlah tempat sempat ia lakoni, seperti di UKTK dan juga Laboratorium Sistem dan Sibernetika Departemen Teknik Elektro.
Di UKTK, ia pernah menjajal posisi staf, staf ahli, ketua pelaksana pelatihan, komisi disiplin, atau hanya sekadar menjadi seorang pengajar bagi para juniornya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Ingin Jadi Dosen
Sedangkan di laboratorium, Ari pernah ikut sebuah proyek milik sebuah perusahaan yang bekerjasama dengan Kementerian Pertahanan RI yang membuat sebuah kapal tanpa awak dengan tiga lambung.
Usai menyelesaikan pendidikan sarjananya dengan meraih IPK 3,57, Ari pun langsung melanjutkannya ke jenjang Master (S-2) di ITS dengan beasiswa Fresh Graduate. Hal ini sejalan dengan harapannya di masa depan untuk bisa menjadi seorang dosen dengan segala ilmu yang ia miliki.
"Saya bukan tipe orang yang ingin bekerja di pabrik-pabrik (industri), saya ingin memperdalam pendidikan saya dan menjadi seorang pengajar," sambung pemuda kelahiran 29 Desember 1999 ini.
Sebagai seorang mahasiswa ITS, Ari mengingatkan juniornya agar selalu merasa bangga dan tidak boleh minder. Terutama bagi para mahasiswa muda, ia juga menasehati agar mereka tetap merasa bangga menjadi sosok istimewa, sebab tak semua orang bisa meraihnya.
Selain itu, menurut dia, hiburan merupakan hal yang sangat penting bagi para mahasiswa di samping akademik. "Di situlah fungsi memiliki hobi, agar kita (mahasiswa) tidak terlalu stress dan menghindari dampa-dampak negatif yang mungkin terjadi," pungkasnya.
Advertisement