Kabar Baik! Lubang Ozon di Atas Antarktika Mulai Menutup

Sementara itu, lubang ozon dapat berubah-ubah setiap tahunnya tergantung dengan musim. Pada Agustus 2024, lubang diperkirakan akan muncul karena musim panas dan mencapai ukuran maksimumnya pada Oktober 2024.

oleh Switzy Sabandar Diperbarui 13 Mar 2025, 01:00 WIB
Diterbitkan 13 Mar 2025, 01:00 WIB
Lapisan Ozon di Antarktika
Lubang ozon (biru) terlihat di atas Antarktika pada 4 Oktober 2019. (NASA Goddard Space Flight Center / Katy Mersmann)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Lubang ozon di atas Antarktika semakin mengecil pada akhir 2024 lalu. Bahkan, para ilmuwan memperkirakan lubang ozon dapat pulih sepenuhnya seperti sebelum 1980 pada 2066 mendatang.

Melansir laman IFL Science pada Rabu (12/03/2025), lapisan ozon adalah wilayah stratosfer yang berada di ketinggian 15 hingga 30 kilometer di atas permukaan bumi. Lapisan ini memiliki konsentrasi gas ozon yang tinggi dibandingkan bagian atmosfer lainnya.

Ozon serupa perisai bagi kehidupan makhluk di Bumi karena mampu menyerap sebagian besar sinar ultraviolet matahari yang berbahaya. Pada 1980-an, ozon mulai menampilkan lubang yang terbentuk oleh chlorofluorocarbons (CFC).

Gas CFC merupakan bahan kimia buatan manusia yang banyak digunakan dalam semprotan aerosol, pelarut, dan pendingin ruangan seperti AC atau kulkas. CFC melepaskan klorin saat terkena sinar UV di stratosfer, yang kemudian merusak molekul ozon.

Sementara itu, lubang ozon dapat berubah-ubah setiap tahunnya tergantung dengan musim. Pada Agustus 2024, lubang diperkirakan akan muncul karena musim panas dan mencapai ukuran maksimumnya pada Oktober 2024.

Namun, pada bulan November 2024 lubang akan menutup kembali. EU's Copernicus Atmosphere Monitoring Service (CAMS) atau Layanan Pemantauan Atmosfer Copernicus Uni Eropa melaporkan bahwa lubang ozon di atas Antarktika terbentuk lebih lambat pada 2024.

Salah satu penyebabnya adalah pemanasan stratosfer mendadak pada Juli 2024. Pemanasan stratosfer ini terjadi ketika gelombang atmosfer yang kuat memanaskan udara di lapisan stratosfer, memperlambat reaksi kimia yang menghancurkan ozon.

Dengan demikian, lubang tersebut relatif kecil untuk saat ini. Meskipun kecil, beberapa wilayah di Antartika merasakan suhu yang panas dibanding waktu-waktu lainnya.

Studi terbaru yang diterbitkan di jurnal Nature pada 5 Maret 2025 lalu menyatakan bahwa pemulihan ozon menunjukkan tren positif. Penelitian yang dilakukan sejumlah ahli, termasuk dari Massachusetts Institute of Technology (MIT), menggunakan metode "fingerprint" atau "sidik jari" yang dipelopori oleh Klaus Hasselmann.

Tim peneliti memanfaatkan metode tersebut untuk melakukan simulasi dan menganalisis data satelit sejak 2005. Mereka menemukan bahwa, seiring berjalannya waktu, sidik jari yang mereka identifikasi dalam simulasi menjadi semakin jelas dalam pengamatan.

Pada 2018, sidik jari tersebut berada pada titik terkuatnya. Tim tersebut dapat mengatakan dengan keyakinan 95 persen bahwa pemulihan ozon terutama disebabkan oleh pengurangan zat perusak ozon.

Pengurangan ini merupakan hasil dari Protokol Montreal, perjanjian internasional yang disepakati pada 1987 untuk menghentikan produksi dan konsumsi zat perusak ozon. Jika tren ini berlanjut, dan sidik jari pemulihan ozon semakin kuat, maka lubang ozon akan tetap tertutup untuk selamanya.

 

Promosi 1

Penemuan Lubang Ozon

Melansir laman National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) pada Rabu (12/03/2025), para ilmuwan menemukan "lubang" pada lapisan ozon di atas Antarktika yang terbuka ketika Australia memasuki musim semi, antara September hingga Desember 1985. Penipisan ozon musiman ini tiba-tiba memungkinkan sinar matahari langsung tembus ke permukaan bumi.

Pada 1986, sekelompok peneliti NOAA melakukan ekspedisi ke Antartika. Di sana, mereka mengumpulkan bukti dan dengan cepat mengonfirmasi bahwa klorin yang dilepaskan oleh senyawa CFC adalah penyebab utama lubang ozon tersebut.

Penemuan ini mendorong komunitas internasional untuk bertindak cepat. Pada 1987, negara-negara di dunia menandatangani Protokol Montreal, yang bertujuan untuk melarang produksi dan penggunaan zat yang merusak ozon, termasuk CFC.

Keberhasilan Protokol Montreal terbukti efektif. Seiring waktu, konsentrasi zat kimia perusak ozon berkurang secara signifikan di atmosfer.

Dengan terus menurunnya kadar zat tersebut, pemulihan ozon terus menunjukkan hasil positif, meskipun proses ini membutuhkan waktu yang cukup panjang.

(Tifani)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya