Liputan6.com, Jakarta - Surabaya, Jawa Timur, salah satu kota di Indonesia yang sudah memasuki usia 726 tahun pada 31 Mei 2019. Usia sudah lebih dari tujuh abad tersebut membuat kota ini memiliki nilai dan cerita sejarah yang panjang.
Kota ini berkembang menjadi salah satu kota metropolitan di Indonesia. Kota ini yang dikenal sebagai Kota Pahlawan ini juga masih menyimpan kekayaan bangunan sejarah dan nilai kepahlawanan.
Selain itu, Surabaya yang terdiri dari 31 kecamatan dan sekitar 163 kelurahan ini memiliki nama daerah yang menggunakan kata awalan yang sama seperti kedung dan wono.
Advertisement
Baca Juga
Sebut saja Wonocolo, Wonokromo, Kedung Baruk, Kedungcowek, Kedungdoro. Ada juga nama daerah yang menggunakan kata tambak mulai dari Tambak Osowilangun, Tambak Sarioso, Tambakrejo, Tambaksari, dan Tambakwedi.
Sejarawan Universitas Airlangga, Purnawan Basundoro menuturkan, nama daerah di Surabaya, Jawa Timur tak lepas dari Bahasa Jawa. Hal ini lantaran Masyarakat Jawa menamakan nama daerah dan kawasan dari apa yang dilihat di kawasan itu, kondisi daerahnya.
Misalkan nama daerah Kedung di Surabaya mengacu pada Bahasa Jawa yang berarti genangan air cukup dalam. Purnawan mengatakan, kemungkinan daerah Kedung itu dulunya adalah kawasan rendah di Surabaya sehingga tergenang air.
"Kemungkinan karena awalnya genangan air dalam, daerah rawa, sungai dan ada genangan waktu hujan,” tutur dia saat dihubungi Liputan6.com, Senin (6/1/2020).
Selain itu, ada juga kata Wono. Menurut Purnawan, kata tersebut berasal dari Bahasa Jawa yang artinya hutan, ladang.
"Wonorejo hutan jadi makmur. Bentuk hutan, berubah jadi desa, kemudian orang Jawa beri nama tempat. Demikian juga daerah Bunguasih karena ada banyak Pohon Bungurasih,” ujar Purnawan.
Purnawan pun menilai Masyarakat Jawa cukup unik untuk menamakan daerah. Hal ini karena dari sesuatu yang dilihatnya dan kondisi daerah tersebut.
"Misalkan saja nama toko jadi nama tempat. Di Surabaya ada nama daerah Aloha yang ke arah bandara. Karena di situ ada rumah makan Aloha. Jadi misalkan kalau naik angkut, turun di mana disebutnya di Aloha,” tutur dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Berwisata ke Kampung Lawang Seketeng Surabaya? Coba Cicipi Rujak Topak
Sebelumnya, jika berbicara mengenai kekayaan yang banyak ditemui di Surabaya, Jawa Timur yang termasuk di dalamnya adalah wisata kuliner.
Berbagai macam kuliner tersaji di Surabaya. Dari mulai makanan berat seperti berbagai olahan nasi sampai makanan ringan dan jajanan terjaja di setiap sudut kotanya.
Salah satu makanan yang sering dijumpai di Surabaya adalah berbagai olahan rujak seperti rujak cingur. Tak hanya rujak berbagai olahan pecel pun banyak dijumpai di Surabaya.
Kali ini, Liputan6.com akan membahas salah satu kuliner unik yang ada di Surabaya, yaitu Rojek Topak atau disebut juga dengan Rujak Topak.
Mengutip dari instagram @surabayasparkling, Minggu, 5 Januari 2020, Rujak Topak ini sekilas mirip dengan olahan rujak cingur. Namun jika dilihat dari isiannya, Rujak Topak ini malah mirip dengan olahan pecel karena terdapat kecambah dan kacang panjang yang direbus.
Selain ketupat, kecambah dan kacang panjang yang direbus, Rujak Topak ini juga berisikan makanan khas Indonesia, yaitu tahu, tempe, dan irisan timun.
Rujak Topak ini diambil dari bahasa Madura yang dalam bahasa Indonesia “Topak” adalah ketupat. Makanan ini dinamakan Rujak Topak karena menggunakan ketupat sebagai bahan utamanya.
Jika biasanya rujak yang diulek (Rujak Ulek) yang menggunakan petis mempunyai rasa manis, Rujak Topak yang menggunakan petis merah asli dari Madura ini mempunyai rasa yang gurih dan asin. Biasanya, Rujak Topak ini diberi peyek yang sudah dikremeskan.
Bagi Anda yang ingin mencicipi kuliner unik yang ada di Surabaya, Anda wajib mencoba kuliner Rujak Topak ini. Anda bisa menemukan Rujak Topak ini di Kampung Wisata Lawang Seketeng.
(Shafa Tasha Fadilla-Mahasiswa PNJ)
Advertisement