Pahala Tarawih Hari ke-13, Mendapat Cahaya saat Kiamat

Pada hari ke-13 bulan Ramadan ini, keutamaan Salat Tarawih adalah akan mendapat cahaya di wajahnya saat kiamat tiba.

oleh Erik diperbarui 05 Mei 2020, 03:00 WIB
Diterbitkan 05 Mei 2020, 03:00 WIB
Tata Cara dan Doa Lengkap untuk Salat Malam Tahajud
(sumber: iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Bulan spesial Ramadan merupakan bulan suci yang dinanti kedatangannya. Di dalamnya terdapat sejumlah keutamaan di antaranya adalah mengerjakan Salat Tarawih.

Pada hari ke-13 bulan Ramadan ini, keutamaan Salat Tarawih adalah akan mendapat cahaya di wajahnya saat kiamat tiba. Keterangan itu terdapat pada kitab Durratun Nasihin karya Syekh Utsman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakir al-Khaubawiyyi.

"Pada malam yang keduabelas pada saat hari Kiamat datang wajahnya orang yg Tarawih bersinar bagaikan Rembulan di malam Purnama," tulis Syekh Utsman dalam kitabnya.

Masjid menjadi pilihan utama dalam mengerjakan Salat Tarawih. Namun, jika tidak memungkinkan karena ada bencana atau halangan tertentu, maka mengerjakannya di rumah bisa menjadi pilihan.

Cara mengerjakannya pun bisa dengan sendiri-sendiri atau berjamaah dengan anggota keluarga di rumah. Hal itu karena sesungguhnya tidak ada aturan yang mewajibkan mengerjakan salat Tarawih berjamaah.

Dengan diterapkannya protokol kesehatan di tengah wabah virus corona COVID-19 ini, mengerjakan salat Tarawih secara berjamaah di masjid dapat menimbulkan bahaya, yaitu penularan. Diketahui penularan virus corona begitu cepat dan tak pandang bulu.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

Mengenal Kitab Durratun Nasihin

Liputan 6 default 2
Ilustraasi foto Liputan6

Kitab Durratun Nasihin merupakan salah satu kitab penting dalam dunia pesantren di Indonesia. Kajian tentangnya terus dilakukan demi mengais hikmah dan kebijaksanaan dalam menjalani ibadah.

Durratun Nasihin dalam Bahasa Arab berarti mutiara para penasihat. Sesuai judulnya, kitab ini menghimpun sejumlah nasihat, peringatan, hikmah serta kisah-kisah menarik terkait kehidupan dunia dan akhirat.

Dalam pembukaan kitab ini, pengarangnya mengatakan bahwa dirinya merupakan salah satu ulama yang tinggal di Konstantinopel. Tak ada keterangan mengenai tanggal kelahiran sang pengarang, namun diketahui bahwa ia meninggal pada 1824 M.

Syekh Utsman menyatakan bahwa dia melatari penulisan kitab ini lantaran masyarakat di tempat tinggalnya gemar dengan nasihat-nasihat. Timbullah niat untuk menulis sebuah kitab yang berisi nasihat dan kisah-kisah.

Selain itu, dia juga ingin meluruskan cara orang-orang sekitar yang salah dalam menyampaikan nasihat. Maka, kitab ini juga bisa disebut sebagai sarana untuk membenarkan cara penyampaian nasihat yang keliru.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya