Pahala Salat Tarawih Hari ke-12, Selamat dari Kejadian Buruk

Pada hari ke-10 bulan Ramadan ini, keutamaan Salat Tarawih adalah akan diselamatkan dari kejadian buruk yang akan menimpa.

oleh Erik diperbarui 04 Mei 2020, 03:00 WIB
Diterbitkan 04 Mei 2020, 03:00 WIB
Ilustrasi Masjid (Istimewa)
Ilustrasi Masjid (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Bulan spesial Ramadan merupakan bulan suci yang dinanti kedatangannya. Di dalamnya terdapat sejumlah keutamaan di antaranya adalah mengerjakan Salat Tarawih.

Pada hari ke-10 bulan Ramadan ini, keutamaan Salat Tarawih adalah akan diselamatkan dari kejadian buruk yang menimpa. Keterangan itu terdapat pada kitab Durratun Nasihin karya Syekh Utsman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakir al-Khaubawiyyi.

"Pada malam yang ketigabelas pada saat hari Kiamat tiba, orang yang Tarawih akan selamat dari segala macam keburukan," tulis Syekh Utsman dalam kitabnya.

Masjid menjadi pilihan utama dalam mengerjakan Salat Tarawih. Namun, jika tidak memungkinkan karena ada bencana atau halangan tertentu, maka mengerjakannya di rumah bisa menjadi pilihan.

Cara mengerjakannya pun bisa dengan sendiri-sendiri atau berjamaah dengan anggota keluarga di rumah. Hal itu karena sesungguhnya tidak ada aturan yang mewajibkan mengerjakan salat Tarawih berjamaah.

Dengan diterapkannya protokol kesehatan di tengah wabah virus corona COVID-19 ini, mengerjakan salat Tarawih secara berjamaah di masjid dapat menimbulkan bahaya, yaitu penularan. Diketahui penularan virus corona begitu cepat dan tak pandang bulu.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

Mengenal Kitab Durratun Nasihin

Ilustrasi Masjid
Ilustrasi Masjid (sumber: iStock)

Kitab Durratun Nasihin merupakan salah satu kitab penting dalam dunia pesantren di Indonesia. Kajian tentangnya terus dilakukan demi mengais hikmah dan kebijaksanaan dalam menjalani ibadah.

Durratun Nasihin dalam Bahasa Arab berarti mutiara para penasihat. Sesuai judulnya, kitab ini menghimpun sejumlah nasihat, peringatan, hikmah serta kisah-kisah menarik terkait kehidupan dunia dan akhirat.

Dalam pembukaan kitab ini, pengarangnya mengatakan bahwa dirinya merupakan salah satu ulama yang tinggal di Konstantinopel. Tak ada keterangan mengenai tanggal kelahiran sang pengarang, namun diketahui bahwa ia meninggal pada 1824 M.

Syekh Utsman menyatakan bahwa dirinya melatari penulisan kitab ini lantaran masyarakat di tempat tinggalnya gemar dengan nasihat-nasihat. Timbullah niat untuk menulis sebuah kitab yang berisi nasihat dan kisah-kisah.

Selain itu, dirinya juga ingin meluruskan cara orang-orang sekitar yang salah dalam menyampaikan nasihat. Maka, kitab ini juga bisa disebut sebagai sarana untuk membenarkan cara penyampaian nasihat yang keliru.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya