Liputan6.com, Jakarta - Masjid Al Akbar Surabaya tidak menyelenggarakan Salat Idul Fitri 1441 Hijriyah dengan mempertimbangkan kapasitas jamaah. Hal ini mengingat dengan pelaksanaan penerapan jaga jarak atau physical distancing hanya menampung 4.000 jamaah.
Dalam keterangan tertulis, sebelumnya Masjid Al Akbar Surabaya menyiapkan 13 SOP untuk protokol kesehatan. Hal itu termasuk penetapan jaga jarak di area wudhu dan shaff berjarak dua meter ke samping dan dua meter ke belakang atau 1:10 yaitu perbandingan situasi normal 10 jemaah, saat covid-19 hanya satu jemaah.
Dari kapasitas 40 ribu jemaah, setelah shaf physical distancing atau jaga jarak 1:10 hanya mampu menampung 4.000 jemaah.
Advertisement
Baca Juga
"Masjid Al Akbar mampu melaksanakan 13 SOP tentang pembatasan jemaah Salat Idul Fitri dari 40 ribu menjadi 4.000 tidak bisa dilaksanakan secara maksimal karena tingginya antusias ummat, apalagi saat ini masyarakat Surabaya tidak mudik seperti tahun-tahun sebelumnya,” ujar Humas Masjid Al-Akbar Surabaya, Helmy M.Noor dalam keterangan tertulis, Selasa (19/5/2020).
Selain itu, ia menuturkan, pihaknya mempertimbangkan kaidah ushul fiqh Dar’ul mafaasidi muqaddamun alaa jaibil muashaalihi yang berarti menghindari keburukan harus lebih diutamakan dari pada meraih kebaikan.
"Maka Masjid Al Akbar tidak menyelenggarakan Salat Idul Fitri 1441 H," ujar dia.
Saksikan Video di Bawah Ini
Penjelasan Gubernur Khofifah Terkait Pelaksanaan Salat Idul Fitri
Sebelumnya, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menjelaskan terkait pelaksanaan salat Idul Fitri 1441 Hijriah, khususnya pada saat dilakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di wilayah Malang Raya, Jawa Timur.
Khofifah mengatakan, pihaknya telah mendapatkan masukan dari berbagai organisasi Islam seperti Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU), terkait pelaksanaan salat Idul Fitri selama masa PSBB.
"Pada posisi ini, kembali pada Peraturan Gubernur. Sesungguhnya, pada saat PSBB, ada proses pembatasan. Saya menyampaikan pembatasan, bukan pelarangan, dan penghentian," kata Khofifah, di Kota Malang, Jawa Timur, Sabtu, 16 Mei 2020, seperti dikutip dari Antara.
Khofifah menuturkan, berdasarkan skema pembatasan tersebut, harus dilihat titik-titik mana saja yang memiliki risiko tinggi, dan juga titik-titik yang masih hijau, atau berisiko rendah. Data tersebut, dimiliki masing-masing daerah, khususnya Malang Raya yang akan menerapkan PSBB.
Menurut Khofifah, masyarakat diminta untuk mendahulukan langkah antisipasi penyebaran COVID-19, dalam kaitannya dengan pelaksanaan salat Idul Fitri 1441 Hijriah.
"Menghindari keburukan itu harus didahulukan daripada mengejar kebaikan. Kemungkinan potensial terjadinya penyebaran, maka itu harus didahulukan, dihindari," ujar Khofifah.
Khofifah menambahkan, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan, memberikan klausul, terkait pelaksanaan ibadah jika dalam keadaan tertentu, bisa mempertimbangkan pendapat para ulama atau tokoh agama.
"Dalam klausul itu, dalam keadaan tertentu, silahkan mempertimbangkan pendapat para ulama atau tokoh agama. Jadi posisinya seperti itu," ujar Khofifah.
Advertisement