Liputan6.com, Jakarta - Selama aktivitas di rumah saja mulai dari bekerja, sekolah hingga beribadah selama tiga bulan ini mungkin membuat kita jenuh, cemas, dan galau. Apalagi di tengah pandemi Corona COVID-19 ini.
Bicara soal galau mungkin hal ini terjadi karena kita belum bisa bertemu dengan pacar, teman dan lainnya. Untuk mengatasi galau terutama di tengah pandemi COVID-19, salah satunya dengan menulis.
Psikolog yang juga Dosen Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Amshertia Pasca Rina menuturkan, berdasarkan catatan ilmiah menulis itu mampu mengurangi kecemasan dan stres.
Advertisement
Baca Juga
Mungkin seseorang sering memikirkan kalau menulis itu hal sulit. Rina menuturkan, menulis dalam artian di sini yaitu aktivitas ungkapan, perasaan, pengalaman, menekan traumatis.
"Fokus di sini bukan hasil tetapi prosesnya. Jangan pikirkan tulisan cerpen, karya ilmiah. Tidak ada aturan mengikat, tidak ada aturan pasti karena fokus pada proses, bukan pada hasilnya," ujar dia dalam diskusi webinar, yang ditulis Sabtu (13/6/2020).
Lebih lanjut ia menuturkan, tulisan itu membutuhkan privasi, bebas dari kritikan, aturan tata bahasa dan sintaksi. Ini untuk mengungkapkan yang dirasakan. "Kalau menulis teruskan sampai habis. Lakukan saja, tuliskan apa pun,” kata dia.
Rina pun membagikan tiga fokus dalam menulis, antara lain:
1.Fokus terhadap pikiran dan perasaan negatif atau kesedihan mengenai peristiwa yang dialami.
"Terserah menulis apa. Menuliskan saya sedih, menorehkan hanya tinta merah," ujar dia.
2.Fokus terhadap akibat negatif yang dialami dari peristiwa tersebut
"Mampu menulis yang dari akibat apa yang kita rasakan," kata Rina.
3.Fokus terhadap akibat positif atau manfaat yang didapat dari peristiwa
"Kebebasan meluapkan pikiran, perasaan, torehan, kita harus menorehkan dari akibat, menorehkan manfaat," tutur dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Tahapan Menulis
Adapun tahapan menulis itu antara lain:
1.Recognition
Setiap orang membuka imajinasi, fokuskan kepada pikiran, tanpa perencanaan dan arahan. "Benar-benar dibebaskan saja. Mau awal menulis seperti apa. Fokus dari perasaan yang muncul," ujar Rina.
2. Examination
"Setelah daya imaginsi terbuka, mulai eksplore dengan mengingat pengalaman atau membaca kembali. Boleh mengingat pengalaman, merevisi tulisannya, mau tambahkan ini," kata dia.
3. Juxtapositition atau feedback
Melakukan refleksi dengan terus menggali bagaimana perasaan menulis saat menyelesaikan tulisannya atau membaca kembali hasil tulisannya.
"Tulisan dapat dibaca, direfleksikan, dismpurnakan dan didiskusikan mencari tambahan wawasan,” kata dia.
Ia menuturkan, menulis dampak dan pengalaman negatif yang sudah dirasakan, lakukan evaluasi dan wawasan. "Saya yakin di masa pandemi ini kita banyak cari informasi semacamnya, diskusi kepada orang ahli untuk tambahkan wawasan pada diri kita, bahwa apa yang saya rasakan ini, bagaimana ambil energi positif untuk mengubah perasaan dan menetralisir," tutur dia.
4.Aplication to the self
Hal ini dengan mencoba mengplikasikan pengetahuan baru dalam dunia nyata. Merefleksikan kembali hal-hal apa saja yang harus diperbaiki dan dipertahankan dari apa yang telah dipelajari, dari hasil diskusi, evaluasi dari apa yang dituliskan.
"Yang jadi prioritas bukan apa yang terjadi tapi bagaimana kita menyikapi, menggiring perasaan kita, bukan fokus pada yang terjadi pada bagaimana menyikapi merespons situasi pandemi, kebingungan kecemasan, dan stress kita,” kata dia.
Advertisement