Liputan6.com, Jakarta - Setiap daerah pasti punya cerita. Apalagi kalau namanya tidak biasa seperti Glenmore, sebuah kecamatan di Banyuwangi, Jawa Timur. Berada di Pulau Jawa, kecamatan yang satu ini memakai nama asing.
"Banyak yang mengira asalnya dari bahasa Inggris atau Belanda,” kata M. Iqbal Fardian, penyusun buku Glenmore Sepetak Eropa di Tanah Jawa.
Bahkan ada juga yang menduga berasal dari bahasa Arab, yakni qolilul murri (sedikit pahit). Bisa jadi ini dikiaskan pada nama Maluku yang terambil dari bahasa Arab, jaziratul muluk (pulau para raja).
Advertisement
Baca Juga
Mengutip buku Glenmore Sepetak Eropa di Tanah Jawa, Glenmore berasal dari bahasa Gaelik, bahasa asli Skotlandia yang berarti lembah besar (great glen). Penelusuran nama dan sejarah daerah ini dimulai di awal 2015. Butuh waktu empat tahun untuk menjawab kenapa istilah asing ini jadi nama daerah di ujung timur pulau Jawa.
"Kesulitan pertama sulit mencari bukti tertulis," katanya.
Bersama rekannya, Arif Firmansyah, penelusuran dilakukan secara online dan offline di berbagai tempat.Dalam buku-buku sejarah tentang perkebunan di pulau Jawa, nama Glenmore memang jarang disebutkan. Sangat berbeda dengan perkebunan lainnya yang didirikan di kota Jawa maupun di Sumatera yang banyak dibahas dalam literatur tentang sejarah perkebunan.
Padahal, dari aspek komoditas yang dihasilkan, perkebunan di Glenmore berkontribusi besar. Apalagi Glenmore tidak hanya didesain sebagai perkebunan semata, tapi juga kota penting pada masanya.
Saksikan Video Pilihan Ini
Jejak Ros Taylor Pengusaha dari Skotlandia
Menurut Iqbal, nama Glenmore digunakan pertama kali oleh Ros Taylor, pengusaha Skotlandia ketika mengajukan izin usaha perkebunan di sisi barat Banyuwangi. "Perkebunan ini dinamakan Glenmore Estate," katanya.
Perkebunan ini disahkan melalui SK No. 50 yang ditandatangani Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Yohannes Bennedictus Van Heutz pada 24 Februari 1909 dan disahkan oleh Regentschaps Gerecht di Banyuwangi pada 11 Maret 1909. “Putusan ini juga diberitakan di Javasche Courant edisi 25 tanggal 30 Maret 1909. “Dokumen tertulis ini seperti kunci membuka kotak pandora,” kata guru sejarah di SMA PGRI Glenmore ini.
Untuk melengkapi kisah-kisah menarik dalam buku Glenmore Sepetak Eropa di Tanah Jawa ini, ada ratusan lembar dokumen dan data online yang ditelusuri. Korespondensi dengan beberapa kolega di Universitas Leiden, Belanda juga dilakukan. Salah satu temuan menarik lainnya adalah foto koleksi Tropenmuseum, Amsterdam. Foto bertarikh 1927 itu menjelaskan satu kawasan di Glenmore pada masa itu.
"Kabel telepon yang terlihat pada foto itu masih berfungsi sekarang," kata Arif Firmansyah. Foto ini baru didapatkan pada 2017.
Alur cerita berdirinya Glenmore semakin menarik setelah penyusun buku Glenmore Sepetak Eropa di Tanah Jawa ini bertemu keluarga besar keturunan Raden Mas Panji Djoyodiningrat, bangsawan Jawa dari trah Kromodjayan Kanoman. Bangsawan yang lebih dikenal sebagai Mbah Yasin ini adalah figur penting di balik kehadiran Ros Taylor di terbentuknya pemukiman yang di kemudian hari menjadi menjadi sebuah kota penting.
"Dari sinilah satu persatu kisah tentang Glenmore mulai menemukan titik terang," kata dia.
Advertisement
Saksi Sejarah Glenmore Berusia 100 Tahun
Untuk menggambarkan masa kampung ini, beberapa pelaku sejarah dan saksi mata yang masih hidup diajak berdiskusi. Beberapa saksi dan pelaku sejarah yang masih hidup rata-rata usianya di atas 100 tahun. Untuk saksi hidup berusia lanjut, diskusi dengan pertanyaan yang sama harus dilakukan berkali-kali untuk memastikan jawabannya konsisten.
"Ada pelaku sejarah yang wafat dua bulan setelah memberikan semua keterangan,” katanya. Sebagian pelaku sejarah ada yang memperkuat kisahnya dengan bukti foto-foto jadul.
Di antara pelaku sejarah yang ditemukan adalah seorang pekerja pembangunan terowongan kereta api yang menembus pegunungan Gumitir. Dia berasal dari Bagelen, Jawa Tengah yang di kemudian hari menjadi tokoh masyarakat kampung Megelenan di Glenmore. Saksi lain adalah lelaki berusia 95 tahun yang berprofesi sebagai pedagang sejak pasar Glenmore masih berupa lapak kosong milik warga pribumi bernama Sadran.
Kesaksian pelaku sejarah ini membuat buku Glenmore Sepetak Eropa di Tanah Jawa berbeda dengan buku sejarah kebanyakan. "Mudah dipahami dan enak dinikmati,” kata Nur Ahmadi, Ketua MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) Sejarah Banyuwangi ketika membedah isi buku ini bersama 50 orang guru sejarah se-Banyuwangi.
Menurut dia, setiap periode dibahas berurutan disertai data baru, bukti lisan dan tertulis sehingga bisa membuka tabir yang selama ini menjadi misteri warga Glenmore.
Sejak digagas pada 2015, buku Glenmore Sepetak Eropa di Tanah Jawa ini akhirnya terbit awal 2020. "Setelah hampir lima tahun, perjalanan mencari asal usul nama Glenmore ini akhirnya terbayar dengan hadirnya buku ini,” kata Iqbal.