Liputan6.com, Malang - Hampir sebagian besar madrasah dan sekolah swasta tigkat pertama di Kota Malang kekurangan siswa. Bahkan ada sekolah tidak mendapat siswa baru sama sekali.
Fakta itu disampaikan Forum Komunikasi Madrasah dan Sekolah Swasta (FKMKS) Kota Malang saat dengar pendapat dengan pimpinan DPRD setempat pada Selasa, 15 Agustus 2022. Kesulitan siswa sekolah di Malang itu yakni di 30 Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan 83 SMP swasta.
Hampir separuh sekolah swasta itu tak bisa memenuhi pagu siswa atau 32 siswa per kelas selama Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2022/2023 ini. Bahkan ada satu sekolah yakni SMP Islam Tarbiyatul Huda yang zonk atau tak mendapat satu siswa pun.
Advertisement
“Ada sekolah semula tiga kelas, sekarang tinggal satu kelas saja. Ada yang satu kelas hanya berisi tiga siswa, bahkan ada yang zonk,” kata Huzaini, pengurus FKMKS saat hearing dengan dewan.
Situasi itu berbanding terbalik 100 persen dengan SMP negeri. Kuota dan pagu siswa barunya maksimal 10 kelas dan 32 siswa tiap kelas, ternyata sering ditambah. Diperkirakan, dari total 12 ribu siswa SD yang lulus tiap tahunnya, 10 ribu siswa di antaranya masuk sekolah negeri.
"Kami juga harus berkompetisi dengan lembaga pendidikan lainnya termasuk pondok pesantren untuk berebut sisa siswa. Dewan harus memperhatikan nasib kami," ujar Huzaini.
Rudianto, Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP Swasta Kota Malang, menambahkan, keluhan ini pernah disampaikan saat audiensi bersama Dinas Pendidikan, Komisi D DPRD Kota Malang dan Dewan Pendidikan pada 2018 silam.
“Tapi sampai sekarang tidak ada solusi. Hampir tiap tahun selalu muncul sekolah negeri baru, pagunya tetap bertambah,” ucapnya.
Madrasah dan sekolah swasta di Kota Malang, lanjut dia, berharap ada kajian matang sebelum diputuskan sekolah baru, penentuan pagu dan rombongan belajar (rombel). Sebab sekolah swasta juga punya peran penting dalam mencerdaskan anak-anak.
Evaluasi Berimbang
Ketua DPRD Kota Malang, I Made Rian Diana Kartika, legislatif harus duduk bersama semua pihak, mulai Dinas Pendidikan, sekolah swasta, Dewan Pendidikan bahkan termasuk perwakilan guru. Sebab selama ini informasi yang masuk ke dewan belum berimbang.
"Karena itu kami perlu kajian menyeluruh dari semua pihak. Tiap tahun ajaran baru kami juga selalu menerima keluhan orang tua siswa,” ujar Made.
Ia mengatakan, tiap tahun ajaran baru gedung dewan selalu digeruduk orang tua siswa yang mengadukan anak mereka tak bisa masuk sekolah negeri. Karena itu dewan harus tahu akar persoalannya lebih dulu.
Ia menambahkan, terkait rencana Dinas Pendidikan menambah sekolah baru tetap harus disertai kajian. Bila dinilai belum perlu, maka rencana tersebut bakal ditolak. Made mencontohkan rencana SMP negeri di Tlogoas urung direalisasikan.
“Kami juga butuh data jumlah guru di tiap sekolah, termasuk sebaran berapa dana hibah ke sekolah swasta,” ucapnya.
Ketua Komisi D DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Sirraduhita, mengatakan keluhan dari sekolah swasta ini bagian dari evaluasi terhadap sistem pendidikan di Kota Malang. Termasuk perlu kajian penentuan pagu dan rombel.
“Kami sepakat perlu ada kajian itu di tiap tahun ajaran baru. Kami selalu meminta data ke dinas setiap ada wacana penambahan sekolah baru ataupun pagu,” ujarnya.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Malang, Suwarjana, menyebut sekolah swasta harus berinovasi untuk meningkatkan daya saingnya agar tetap bisa menarik minat siswa. Jadi bukan persoalan ada sekolah baru semata, sebab itu terkait kebijakan zonasi.
“Sebenarnya banyak sekolah negeri yang kurang diminati. Tinggal upaya sekolah swasta bersaing agar diminati masyarakat. Ada zonasi maka ada penambahan sekolah," katanya.
Advertisement