Liputan6.com, Banyuwangi Suara patuk alat pahat dan desingan gergaji mesin menghiasi keseharian Mustaqbilal. Pria difabel yang kesehariannya berprofesi sebagai pengerajin barong di Banyuwangi.
Pria berumur 41 tahun ini membuktikan bila keterbatasan fisik bukanlah penghalang untuk hidup mandiri dan menghasilkan karya yang menarik.
Baca Juga
Ayah satu anak ini bercerita bila dia telah belajar memahat sejak 20 tahun lalu. Belajar secara otididak dari melihat kerja kakaknya yang juga merupakan ahli pahat.
Advertisement
Kemudian dia mencoba melakukan sendiri dengan membuat karya-karya miniatur barung ukuran kecil. Rupanya karya yang dia buat banyak yang menyukai. Ia semakin termotivasi.
"Dulu minatur kecil-kecil ada yang suka lalu dibeli dengan harga Rp 5 ribu," kata pria yang akrab disapa Bilal ini.
Pada mulanya, Bilal mengaku kesulitan dalam menggunakan alat-alat pahat itu. Lagi-lagi kendalanya adalah fisiknya yang tak utuh.
Namun seiring berjalannya waktu dia menemukan formula tepat sehingga pengerjaan karya semakin mudah.
Palu ia ikatkan pada lengannya. Alat pahat dipegang di tangan kiri yang masih utuh. Sementara untuk gergaji dia menggunakan yang model portable.
"Awalnya ya perlu penyesuaian saat ini sudah lancar. Ini saya kerjakan sendiri. Dulu awal-awal proses pembuatan bisa sampai 10 hari, saat ini 4 hari sudah selesai bahkan sampai tahap finishing," ujarnya.
Untuk beberapa model barong, lanjut Bilal, tidak bisa dilakukan sendirian. Salah satunya adalah Barong Kumbo khas Banyuwangi. Alasannya karena ukuran barong yang terlalu besar. Sehingga pemotongan harus menggunakan gergaji mesin ukuran besar pula.
"Dulu pernah dapat job mengerjakan Barong Kumbo, itu pengerjaannya lumayan berat," pungkas Ketua Seni Jaranan Lingkungan Karangasem, Kelurahan Bakungan ini.
Untuk jenis barong yang cukup mudah dan sering ia kerjakan, adalah Barong Devil dan Barong Macanan.Â
Melayani Pesanan hingga Papua
Mengenai jumlah orderan, lanjut Bilal, setiap bulannya bervariatif. Paling banyak pernah mencapai 10 order dalam se bulan. Pesanan dari lokal Banyuwangi bahkan pernah hingga dari Papua.
"Kalau pas sepi ya sepi banget kayak pas corona. Pas ramai ya lumayan. Untuk harga bervariatif untuk Barong Devil dan Barong Macanan antara Rp 2 juta hingga Rp 3 juta. Barong Kumbo Rp 12 juta," bebernya.
Saat orderan barong sepi, biasanya Bilal mengerjakan miniatur dan souvenir. Biasanya itu orderan dari toko-toko artshop.Â
"Untuk souvenir dihargai Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu per satuannya," kata dia.
Saat ditanyai tentang pengalaman berharga, Bilal menyebut saat diadakannya World Surf League di Banyuwangi pada tahun 2022 lalu.Â
Dimana trophy barong yang dipersembahkan kepada peselancar kelas dunia itu adalah hasil karya yang ia buat.
"Bentuknya barong dan saya bangga karena jadi trophy untuk pemenang lomba selancar kelas dunia," cetusnya.
Namun rupanya Bilal juga mengaku memiliki pengalaman buruk. Sekitar tahun 2009 dia ditipu oleh salah satu orang dari Madura.Â
Dia ditipu diajak kerja ke Kalimantan sebagai penjaga toko kitab. Namun setiba di daerah Borneo itu dia justru dipekerjakan sebagai pengemis.Â
Hal yang bertolak belakang dengan jiwanya. Ia tidak bisa banyak melawan karena mendapat ancaman. Namun dalam satu momen dia akhirnya bisa melarikan diri dan pulang ke Banyuwangi.
"Dulu diminta ngemis setiap hari saya hanya bisa nurut. Saya ga diberi uang cuma diberi makan, tapi syukur akhirnya bisa lolos dan berkat bantuan orang akhirnya bisa pulang ke Banyuwangi," tandasnya
Â
Advertisement