Jelang Puasa Ramadhan, Warga Suku Osing Gelar Ritual Resik Lawon Petilasan Ki Buyut Cungking

Sebelum memasuki bulan Ramadhan, masyarakat Suku Osing yang berada di lingkungan Cungking, Kelurahan Mojopanggung, Kabupaten Banyuwangi masih pegang erat tradisi leluhur. Mereka secara rutin menggelar tradisi Resik Lawon setiap bulan Sya'ban.

oleh Hermawan Arifianto diperbarui 26 Feb 2024, 13:02 WIB
Diterbitkan 26 Feb 2024, 13:02 WIB
Masyarakat Lingkungan Cungking mengambil kain kafan di makam Buyut Cungking untuk di cuci di sungai (Istimewa)
Masyarakat Lingkungan Cungking mengambil kain kafan di makam Buyut Cungking untuk di cuci di sungai (Istimewa)

Liputan6.com, Banyuwangi - Masyarakat Suku Osing di lingkungan Cungking, Kelurahan Mojopanggung, Kabupaten Banyuwangi, menggelar tradisi Resik Lawon menjelang datangnya bulan suci Ramadhan.

Tradisi rutinan ini dilaksanakan oleh warga setempat dengan membersihkan kain penutup petilasan Ki Buyut Cungking, yakni Ki Wongso Karyo dengan jumlah kisaran 26 lembar kain dengan masing-masing kain tersebut untuk langit-langit 2 lembar, tadong 2 lembar, selambu dalam 4 lembar, maesan 4 lembar, luar langit-langit 2 lembar selambu 4 lembar, slerekan 2 lembar, tadong luar 2 lembar, dan soko 4 lembar. 

Tradisi rutinan ini dilaksanakan oleh warga dengan membersihkan kain penutup petilasan Ki Wongso Karyo.

Resik Lawon merupakan bahasa Jawa yang memiliki arti membersihkan kain mori atau kain kafan. Ritual Resik Lawon ini diikuti para keturunan dari Buyut Cungking dan warga sekitar.

Juru pelihara petilasan Buyut Cungking Jam'i menuturkan, ritual yang sudah dilakukan selama ratusan tahun secara turun temurun itu digelar mendekati bulan Ramadhan untuk membersihkan diri.

"Tradisi rutin ini kami lakukan bersama-sama warga lingkungan Cungking. Yang dilakukan warga yaitu membersihkan kain penutup petilasan berupa Lawon atau kafan"ujar  Jam'i, Senin (26/2/2024).

Jam'i menceritakan, sedari pagi masyarakat yang mengikuti ritual tersebut membersihkan petilasan Ki Buyut Cungking dari debu dan kotoran. Kemudian, kain putih yang menutup cungkup makam dan kelambu yang ada di sekitarnya dilepas dan dilipat dan dimasukkan ke dalam besek besar untuk dicuci di Dam Krambatan, Banyu Gulung.

Setelah kain lawon dicuci hingga bersih, warga kembali membawanya ke balai tajuk yang ada di lingkungan Cungking untuk diperas dan airnya ditaruh pada wadah yang disediakan.

Jemur Kain Kafan Puncak Ritual Resik Lawon

Proses penjemuran kain kafan atau lawon yang selesai di cuci di sungai (Istimewa)
Proses penjemuran kain kafan atau lawon yang selesai di cuci di sungai (Istimewa)

"Kain lawon ini dijemur di jalan lingkungan Cungking dengan menggunakan tali tambang diikat dengan bambu tinggi empat meter. Ini merupakan puncak dari ritual resik lawon, sebelum kain-kain putih itu nantinya kembali di pasang di petilasan," imbuh Jam'i.

Prosesi ritual ini keseluruhan dilakukan oleh laki-laki, sedangkan para perempuan menyiapkan hidangan makanan untuk disajikan kepada tamu-tamu yang datang ke Balai Tajuk.

“Sewaktu menjemur kain putih itu tidak boleh jatuh dan terkena tanah. Hal ini karena dipercaya akan berimbas kepada kondisi tertentu,” papar Jam’i.

Untuk kain lawon yang sudah rusak, langsung diganti yang baru. Kemudian dipasang kembali sebagai kelambu di pondok petilasan Ki Buyut Cungking di lingkungan pemakaman Lingkungan Cungking.

 

Infografis Tahap Pengajuan Kebaya Jadi Warisan Budaya Takbenda UNESCO
Infografis Tahap Pengajuan Kebaya Jadi Warisan Budaya Takbenda UNESCO. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya