Informasi Umum
TentangHarga minyak goreng adalah nilai barang yang ditentukan dalam pembelian minyak goreng.

Harga Minyak Goreng Turun Mulai 1 Februari 2022, Cek Daftarnya

Kementerian Perdagangan (Kemendag) menerbitkan Permendag 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit. Kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng ini mulai berlaku  hari ini, 1 Februari 2022.

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyatakan, pihaknya telah meminta pelaku industri minyak goreng (migor) berkomitmen menjaga stabilitas harga minyak goreng di dalam negeri dengan mengisi stok migor di pasar tradisional maupun di ritel modern. Jangan sampai terjadi kekosongan baik di tingkat pedagang maupun pengecer.

“Kemendag menginstruksikan produsen untuk mempercepat penyaluran minyak goreng serta memastikan tidak terjadi kekosongan di tingkat pedagang dan pengecer, baik di pasar tradisional maupun ritel modern,” ujar Lutfi dikutip dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (1/2/2022).

Mendag menyampaikan, kebutuhan migor nasional diperkirakan sebesar 5,7 juta kilo liter pada 2022.

Untuk kebutuhan minyak goreng rumah tangga diperkirakan sebesar 3,9 juta kilo liter, terdiri atas 1,2 juta kilo liter kemasan premium, 231 ribu kilo liter kemasan sederhana, dan 2,4 juta kilo liter curah. Sedangkan, untuk kebutuhan industri adalah sebesar 1,8 juta kilo liter.

Menurut Pedagang, Harga Minyak Goreng Tak Perlu Murah, yang Penting Terjangkau

Harga minyak goreng masih terpantau tinggi di pasaran, kisarannya Rp 18.500-20.500. Merespons harga yang masih tinggi ini, pedagang meminta adanya pasokan yang banyak diguyurkan ke pasar tradisional serta adanya harga yang terjangkau.

Menurut pantauan, di beberapa toko sembako sekala kecil dan menengah di kota Bogor misalnya, harga jual minyak goreng kemasan bermerek masih dipatok pada harga yang masih sama yakni Rp 21.000 per liter. Padahal pada pekan lalu, Kementerian Perdagangan mulai memberlakukan HET minyak goreng kemasan premium Rp 14.000.

Sekretaris Jenderal Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Reynaldi Sarijowan mengatakan guna menurunkan harga minyak goreng yang terjangkau perlu dilakukan pengguyuran stok minyak goreng. Apalagi, melalui aturan pemerntah sebelumnya, stok minyak goreng ke pasar tradisional sempat tersendat.

“Paling penting bgi pedagang pasar adalah stok yang ada. kalau stok bisa dipenuhi dan bisa membanjiri seluruh pasar di Indonesia, tentu harga akan kembali normal ke yang paling tidak bisa dijangkau oleh masyarakat luas karena di ritel Rp 14 ribu tapi di tradisional masih tinggi,” katanya kepada Liputan6.com, Minggu (6/2/2022).

“Pemerintah harus fokus agar harga minyak goreng bisa dikendalikan dan masyarakat mampu menjangkau harga bukan yang murah tapi terjangkau bagi masyarakat,” imbuhnya.

Mengutip laman infopangan.jakarta.go.id, harga rata-rata berada di angka Rp 18.983 perkilogram. Melihat rinciannya, harga paling tinggi ada di pasar Pondol Labu dengan Rp 21.000 perkg, serta harga terendah ada di Pasar Kramat Jati Rp 15.000 perkg.

Di sisi lain, mengutip laman hargapangan.id per 4 Februari 2022, harga minyak goreng curah menunjukkan angka Rp 18.300 perkg. Sementara minyak goreng bermerek berkisar antara Rp 19.000 hingga Rp 20.300 perkg.

Masih dari laman yang sama, harga paling rendah tercatat di Kepulauan Riau dengan Rp 15.150 perkg dan harga paling tinggi ada di Gorontalo dengan Rp 26.350 per kg.

Kebijakan Harga Minyak Goreng Dinilai Tak Efektif

Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) melakukan berbagai upaya dalam rangka mengendalikan lonjakan harga minyak goreng di pasaran. Salah satunya dengan menerapkan minyak goreng satu harga Rp 14.000 per liter dan mengatur Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng.

Namun, Pengamat Ekonomi Mohammad Revindo menilai kebijakan-kebijakan tersebut tidak tepat. Bahkan, akibat penerapan kebijakan ini membuat minyak goreng langka di pasaran.

"Saya melihat bahwa penerapan harga minyak goreng di tingkat eceran sebesar Rp 14 ribu sejauh ini di banyak tempat tidak efektif, dan bahkan berakibat pada kelangkaan," kata dia kepada Liputan6.com di Jakarat, Senin (7/2/2022).

"Mengapa? Tentunya karena para pengecer memperoleh minyak goreng dengan harga yang lebih tinggi dari harga patokan tersebut. Tidak fair jika pengecer dipaksa menjual dengan harga tersebut atau dilakukan operasi pasar dengan harga tersebut," lanjut dia.

Selain itu, lemahnya kendali pemerintah juga dinilai membuat kisruh harga minyak goreng yang tak kunjung turun menjadi berkepanjangan. Berbagai alasan yang disampaikan Kemendag justru menambah ketidakpastian bagi masyarakat. Kebijakan menghilangkan minyak goreng curah serta kebijakan satu harga dengan memberikan subsidi melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dimana harga minyak goreng dipatok Rp14 ribu per liter hanya menambah masalah saja.

“Kementerian Perdagangan seharusnya menjalankan operasi distribusi secara menyeluruh di titik-titik yang teridentifikasi sangat kekurangan pasokan dengan pengawasan yang super ketat," ungkapnya.

Pemerintah juga tidak cukup hanya menunggu produsen dan distributor menjalankan kebijakan. Langkah keras melalui pengawasan yang ketat harus dilakukan.

"Harapan banyak pihak (bukan hanya saya) adalah Kemendag punya war room atau situation room dimana bisa dipantau secara real time stok dan pergerakan distribusi bahan pokok di berbagai daerah, termasuk produsen dan distributor yang memasok masing-masing daerah, dibandingkan dengan estimasi kebutuhan mingguan atau bulanannya," jelas Revi.

"Dengan cara ini lonjakan harga dan kelangkaan dapat diantisipasi, dan jikapun terjadi dapat diketahui siapa yang bertanggung jawab," tuturnya lagi.

Loading