Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengungkapkan sejumlah penyebab terjadinya kecurangan dalam volume Minyakita oleh oknum pengemasan (repacker).
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Iqbal Shoffan Shofwan mengatakan bahwa terdapat keterbatasan akses pada minyak goreng dari skema Domestic Market Obligation (DMO).
Advertisement
Baca Juga
Sebagai informasi, DMO adalah kebijakan yang harus dipatuhi eksportir untuk mendapatkan hak ekspor, maka harus memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Advertisement
"Bisa jadi para repacker-repacket yang mengurangi volume itu tidak mendapatkan minyak DMO," ujar Iqbal di Kemendag, Jakarta Pusat, Selasa (18/3).
"Ada 1-2 repacker yang melakukan kekurangan volume, juga ada yang lisensinya dialihkan ke pihak lain, itu kan melanggar aturan," bebernya.
Iqbal menjelaskan, distribusi minyak goreng rakyat bergantung pada kesepakatan bisnis ke bisnis (B2B) antara produsen dan repacker. Prosedur ini sendiri bersifat komersial.
Karena itu, tidak semua repacker bisa mendapatkan akses ke minyak DMO. Kondisi ini yang memungkinkan mereka untuk mencari cara lain melanjutkan distribusi Minyakita, salah satunya dengan mengurangi volume.
"Mengapa mereka tidak mendapat minyak DMO? Karena tergantung produsennya, mau kerja sama dengan repacker yang mana,” jelas Iqbal.
Karena adanya penggunaan minyak komersial dalam produk Minyakita, Iqbal membeberkan. harga di pasaran bisa melonjak hingga kisaran Rp18 ribu per liter, jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan sebesar Rp15.700 per liter.
"Karena (harga) minyak komersial tidak diatur. Sedangkan Minyakita, DMO diatur,” imbuhnya.
Sederet Temuan Pelanggaran pada Kemasan MinyaKita
Kemendag mencatat, pihaknya telah mengenakan sanksi terhadap 66 pelaku usaha yang melanggar aturan penjualan Minyakita.
Pelanggaran yang paling banyak dilakukan adalah terkait penjualan Minyakita di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).
Temuan pelanggaran lainnya juga termasuk penjualan MinyaKita dengan sistem bundling. Dalam modus tersebut, pembeli dipaksa untuk membeli MinyaKita dengan produk lainnya, di mana harga minyak tersebut dipatok melebihi HET.
Tak hanya itu, Kemendag juga mendapati pengemas ulang yang belum memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI) serta izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Menindak tegas temuan itu, Kemendag meminta para pelaku usaha untuk segera mematuhi regulasi yang berlaku.
"Kami dan para repacker sepakat untuk memenuhi aturan-aturan tersebut," tutur Iqbal.
Advertisement
Kemendag Panggil Pengemas MinyaKita Buntut Kasus Pemangkasan Volume
Kemendag telah memanggil para pelaku pengemas ulang (repacker) Minyakita pada Selasa, 18 Maret 2025.
Langkah ini menyusul temuan kenaikan harga lampaui HET dan praktik pengurangan volume yang tak sesuai takaran pada sejumlah kemasan MinyaKita.
Dalam pertemuan itu, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Iqbal Shoffan Shofwan menegaskan bahwa Minyakita bukan produk bersubsidi dan tidak dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Karena itu, distribusi dan HET MinyaKita berada dalam pengawasan pasar.
"Kita baru saja koordinasi dengan repacker Minyakita di seluruh Indonesia, yang hadir sekitar 30 orang, sementara yang mengikuti secara daring ada 160-an. Jadi kita hybrid," tutur Iqbal.
