Indonesia jadi Target Empuk Penyadapan

Pasca penolakan barter narapidana oleh Jokowi, berhembus isu kencang bahwa Wikileaks akan mengungkap penyadapan Australia terhadap Jokowi.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 10 Mar 2015, 18:50 WIB
Diterbitkan 10 Mar 2015, 18:50 WIB
`NSA Tidak Terbukti Sadap Produsen Kartu SIM Terbesar di Dunia`
Hasil investigasi Gemalto tidak menunjukkan bahwa penyadapan yang dilakukan NSA dan GCHQ tersebut benar terjadi.

Liputan6.com, Semarang - Pasca penolakan barter narapidana oleh Jokowi, berhembus isu kencang bahwa Wikileaks akan mengungkap penyadapan Australia terhadap Jokowi. Usaha membuka obrolan Jokowi dengan banyak pihak ini dinilai sebagai ekses penolakannya untuk menyelamatkan duo Bali Nine yang segera dieksekusi mati.

Dalam kajian dan analisa Communication & Information System Security Research Center (CISSRec), Indonesia masih sangat ketinggalan dalam hal sadap menyadap dan antisipasinya untuk kepentingan nasional.

Menurut ketua CISSRec, Pratama Persada, semua negara pasti akan melakukan usaha penyadapan untuk memastikan kepentingan nasionalnya. Dan hal itu sudah berlangsung sangat lama.

"Dengan segala potensi yang ada, Indonesia jelas menjadi target penyadapan bagi negara lain. Apalagi, provider yang ada di Indonesia tidak sepenuhnya milik usaha dalam negeri dan satelit pun masih menyewa asing. Jangan pernah meremehkan kepemilikan asing di sektor strategis, terutama telekomunikasi dan informasi," kata Pratama yang pernah menjadi Ketua Tim IT Lembaga Sandi Negara untuk Kepresidenan, Selasa (10/3/2015) di Semarang.

Menurut Pratama, semua komunikasi lewat udara (over the air), apalagi lewat kabel bisa disadap. Penyadapan lewat provider bisa dilakukan dengan sangat mudah. Pasalnya, teknologi enkripsi yang digunakan sangat standar yakni jaringan GSM A51 untuk 3G dan GSM A52 untuk 2G.

"Karena teknologi GSM sangat standar, jadi mudah disadap sehingga mungkin juga penyadapan dilakukan pihak lain tanpa sepengetahuan operator. Wajar kalau operator menegaskan bantahannya terkait isu penyadapan ini," kata Pratama.

Teknologi enkripsi

Penggunaan teknologi enkripsi 

Menghadapi kegaduhan sadap menyadap ini, Pratama mengusulkan penggunaan teknologi enkripsi tercanggih sebagai langkah preventif. Selain itu perlu pengamanan lebih pada wilayah-wilayah strategis.

Dijelaskan bahwa ada alat sadap yang punya jangkauan 2 kilometer lebih. Artinya pemerintah harus tegas dengan sterilisasi kawasan-kawasan strategis seperti kawasan Istana Negara. Jangan sampai ada pihak yang dengan mudah menaruh alat sadap di sekitar wilayah strategis tersebut.

"Waspadai mobil yang diduga membawa alat sadap di sekitar istana dan wilayah strategis," ujar Pratama.

Dia juga mengkritisi kebijakan pemerintah yang membolehkan negara asing membuka kantor kedutaan di dekat istana negara. Dalam pandangan intelejen, kita wajib curiga pada siapapun yang berpotensi mencuri informasi dari kita, termasuk kedubes negara asing.

Lokasi Kedubes AS yang dekat istana misalnya, masih diberi izin untuk merenovasi gedung kedubes sampai dengan sepuluh lantai.

"Artinya apa? Mereka bisa melakukan penyadapan ke seluruh area strategis di Jakarta," pungkas Pratama.

(edh/isk)

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya