Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah sebagai regulator diharapkan dapat mengantisipasi kebijakan soal interkoneksi. Hal itu diungkapkan oleh seorang analis ICT, Ibrahim Kholilul Rohman, saat ditemui dalam acara diskusi mengenai ICT.
Menurut Ibrahim, pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika dapat melakukan antisipasi tentang peraturan interkoneksi. Hal sama juga berlaku di negara lain yang menerapkan peraturan soal penurunan tarif interkoneksi.
"Interkoneksi harus diatur, yang dalam hal ini merupakan peran Kemkominfo," ujar Ibrahim saat ditemui di diskusi media mengenai ICT di Jakarta, Senin (15/8/2016).
Pola pikir pembuat kebijakan juga harus melampaui perhitungan angka. Lebih dari itu, pemikiran dalam bentuk kebijakan tersebut harus dapat berdampak lebih luas di sektor lain.
Baca Juga
Pemikiran serupa juga harus diterapkan oleh pelaku industri komunikasi. Mereka harus mampu berpikir tak melulu persoalan komunikasi.
"Telko juga berhubungan dengan sektor lain, itu yang juga harus dikembangkan. Telko dapat berperan sebagai enabler," tutur Ibrahim melanjutkan pernyataannya. Saat ini, sektor lain tak dimungkiri membutuhkan telko untuk dapat berjalan.
Seperti diketahui, setelah melalui proses panjang, Kemenkominfo akhirnya memangkas biaya interkoneksi. Pemerintah memutuskan penurunan biaya interkoneksi di kisaran 26 persen.
Perhitungan biaya ditetapkan atas masukan dari para pemangku kepentingan (stakeholder) dan konsultasi publik demi menyempurnakan regulasi tarif interkoneksi. Perhitungan ini juga dibuat sesuai dengan ketentuan yang tertuang pada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 8 Tahun 2006 tentang Interkoneksi.
Penurunan biaya ini dilakukan demi meningkatkan efisiensi industri telekomunikasi. Sementara dari sisi pelanggan telekomunikasi, penurunan biaya interkoneksi dapat meringankan tarif pungut (ritel) untuk layanan antaroperator (off-net) tanpa mengesampingkan kualitas layanan.
(Dam/Why)