Liputan6.com, Jakarta - Kiprah Tiyo Avianto dan kawan-kawan di Cubeacon di babak final Asean ICT Award (AICTA) 2016 tidaklah instan, melainkan mereka melalui proses panjang.
Semuanya bermula pada 2013 lalu, ketika Tiyo dan dua koleganya (Riza Alaudinsyah dan Fariz Yunian) meneliti protokol komunikasi yang dirilis Apple yakni iBeacon, yang memanfaatkan bluetooth rendah energi (low energy).
Tiyo, yang merupakan jebolan Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, merasa tertantang ketika Apple mengumumkan teknologi tersebut di ajang WWDC (Worldwide Developer Conference) beberapa tahun silam. Apple pada saat itu mengumumkan teknologinya saja tanpa merilis produk pendukung.
"Saya berpikir, pasti ada peluang bisnis besar di belakangnya. Kami, para developer, ditantang create aplikasi dan teknologi yang bermanfaat bagi kehidupan. Akhirnya, berdiri Cubeacon April 2014 dengan bendera PT Eyro Digital Teknologi," ujar pria yang kini menjadi CEO Cubeacon kepada Tekno Liputan6.com.
Hasil penelitiannya adalah produk dan layanan berbasis layanan (backend as a services, BaaS) berikut perangkat keras pendukungnya. Adapun hasil akhirnya adalah pengiriman informasi ke smartphone berdasarkan lokasi atau tempat tertentu, di mana sensor Cubeacon terpasang.
Baca Juga
Melalui perangkat berbentuk kubus ini, para pemilik bisnis dapat memberikan informasi atau konten promosi ke smartphone konsumen (yang menyalakan bluetooth) secara otomatis ketika konsumen berada di wilayah pemancar iBeacon dengan jarak jangkauan 100 meter. Bila ini dianggap sama seperti pengiriman SMS konvensional, Cubeacon beda. Sebab, Cubeacon menawarkan aplikasi pemrosesan profiling konsumen yang kerap diolah di perangkat tersebut, sehingga informasi atau promosi bisa dikustomisasi.
Bahkan, pengelola mal atau pusat perbelanjaaan kelak boleh jadi tak lagi bergantung sepenuhnya ke CCTV. Dengan Cubeacon,akan terlihat blok mana saja yang ramai pembeli dan apa yang laris terjual atau tidak. Maka itu, pengaturan pusat perbelanjaaan bisa dilakukan lebih cerdas dan berbasis data.
Dalam implementasi di perusahaan atau pabrik, si kubus ajaib ini dapat dipasang di pintu masuk. Karyawan tinggal diminta mengaktifkan bluetooth di ponselnya, dan ketika mereka melewati pintu masuk, kehadiran otomatis tercatat di sistem pada piranti lunak.
Lantas, karena inovasi ini bermula dari temuan Apple, apakah Cubeacon hanya untuk iPhone? Jawabannya, tidak. Cubeacon juga kompatibel dengan Android minimal Android 4.3 atau lebih dan Bluetooth 4.0. Rata-rata Android seri terbaru sudah mengadopsinya.
"Teknologi ini difokuskan untuk program loyalitas. Memang di Indonesia masih dianggap belum familiar karena belum terbiasa. Makanya, kami fokus di pasar Jepang yang sudah familiar teknologi iBeacon dan program loyalitas," tutur Tiyo seraya mengatakan selain di Surabaya, Eyro Digital juga sudah punya kantor di Jepang, tepatnya di Chiba-ken, Ichikawa-shi, Fukuei.
Selain Jepang, Eyro Digital sudah menangani order dari Amerika Serikat, Brasil, Singapura, dan tentunya Indonesia. Eyro Digital menawarkan Cubeacon Developer Kit berupa tiga buah Cubeacon Box dan akses ke Cubeacon BaaS gratis selama tiga bulan dengan banderol US$ 90 (sekitar Rp 1,1 juta) dan dipromosikan hingga Rp700 ribuan saja di laman eCommerce besar di tanah air. Kini, Cubeacon sedang dalam tahap pengembangan produk yang arahnya menjadi reader dari sinyal iBeacon yang dipancarkan.
Sebelum dikirim ke AICTA 2016 pekan ini, Cubeacon bergaung ketika mengharumkan nama Indonesia saat menjadi runner up kategori telekomunikasi pada Asia Pasific ICT Award (APICTA) 2015 lalu di Colombo, Sri Lanka. Cubeacon makin bergaung saat didapuk menjadi juara pertama Indigo Apprentice Awards 2015 PT Telkom dengan menyisihkan sekitar 1.000 peserta. Bahkan, Cubeacon akhirnya mendapat suntikan modal dari Telkom.
(Msu/Why)