Liputan6.com, Jakarta - Masuk tahun ke enam, Cloudsec telah menjadi salah satu konferensi keamanan internet terbesar di kawasan Asia Pasifik dan Eropa.
Tak hanya itu, perhelatan yang Trend Micro adakan ini bertujuan untuk membekali perusahaan untuk lebih memahami dan mengetahui berbagai jenis keamanan informasi dan manajemen risiko yang dapat mereka terapkan nantinya.
Dengan makin tenarnya tren big data, cloud computing, mobility dan Internet of Things, berbagai bentuk ancaman siber pun semakin meningkat dalam hal pengoperasiannya.
Baca Juga
Hal ini selaras dengan laporan Gartner, bahwa di tahun 2020, sebesar 60 persen dari digital business yang ada diprediksikan bakal mengalami kegagalan besar dalam menyelenggarakan layanan akibat kekurangsigapan tim keamanan IT perusahaan dalam mengelola risiko digital.
Dalam keterangan resmi kepada tim Tekno Liputan6.com, Jumat (2/9/2016), serangan siber terjadi disebabkan karena ketidaktahuan karyawan terhadap berbagai jenis serangan siber yang ada saat ini.
Tahun ini, CLOUDSEC Asia Pacific 2016 melibatkan beberapa pembicara bereputasi dengan bahasan-bahasan menarik, di antaranya:
- Myla Pilao, Director, Trend Labs, menyajikan presentasi berjudul Take Control “Empower the People”
- Gildas Arvin Deograt Lumy, Kementerian Koordinasi Politik, Hukum dan Keamanan Republik Indonesia, Information Security Professional Network (ISPN), XecureIT, yang akan menyampaikan informasi tentang Tren Keamanan di Indonesi.
- Dr. Toshinobu Yashuhira, Digital Crime Officer, INTERPOL, menyampaikan bahasan tentang Peran dan Upaya INTERPOL dalam Melakukan Pendekatan kepada Multi-Stakeholder untuk Memerangi Cybercrime
- Eric Skinner, Vice President Market Strategy, Trend Micro, berbagi informasi tentang Business Driven Perspective in Security
“Mengelola dan memberdayakan karyawan dengan pola pikir dan kecakapan teknis soal keamanan seharusnya dijadikan sebagai prioritas utama bagi perusahaan,” tutur Andreas Kagawa, Country Manager, Trend Micro Indonesia.
(Ysl/Isk)
Advertisement