Liputan6.com, Jakarta - Saat ini, masyarakat Indonesia sedang menghadapi momen krusial dengan berbagai macam penyebaran informasi yang tidak bisa terverifikasi kebenarannya.
Imbasnya, tanpa disadari, masyarakat Indonesia yang memiliki keberagaman pun menjadi terkotak-kotak. Karena itu, keluarga sebagai bentuk masyarakat yang lebih kecil memiliki peran penting untuk mendobrak tembok tak terlihat tersebut.
Hal itu diungkap langsung oleh Ketua Masyarakat Indonesia Anti Hoax Septiaji Eko Nugroho, yang Tekno Liputan6.com temui di Jakarta, Jumat (3/2/2017).
Advertisement
Ia menyebut, keluarga sebagai simpul terkecil dari pemanfaatan media sosial harus diawasi dan diarahkan dengan sangat ketat.
"Saat ini banyak orangtua yang memberikan gadget kepada anak tanpa tahu bagaimana cara mengontrol dan mengawasi penggunaannya," ucap pria yang akrab dipanggil Aji.
Baca Juga
"Walau tak terlalu concern terhadap situasi politik yang ada saat ini, anak merupakan target yang rentan bagi penyebar hoax," tambahnya.
Tak hanya beredar di kalangan masyarakat, berbagai informasi dan hoax pun terkadang menyebar di antara keluarga. Seperti yang sudah diketahui, tiap keluarga memiliki group di BBM, WhatsApp atau Line untuk berkomunikasi.
Tanpa disadari, beberapa anggota keluarga pasti ada yang menyebarkan berita atau informasi hoax. Akibat penyebaran tersebut, terkadang beberapa anggota keluarga akan berdebat bahkan berujung berkelahi.
Karena itu, sebagai garda terdepan dalam menangkal hoax, Aji berharap para orangtua atau anggota keluarga yang 'melek' teknologi dapat menjadi dan berperan sebagai hoax buster.
"Hoax buster di dalam sebuah keluarga berperan penting, ia akan menetralisir berbagai informasi hoax yang menyebar di keluarga utama atau pun keluarga besar," imbuhnya.
Namun, Aji mengingatkan bahwa menjadi hoax buster di keluarga harus disikapi dengan hati-hati. Terlebih lagi bilamana penyebar hoax tersebut adalah kedua atau salah satu dari orangtua.
"Kita sebagai orang timur memiliki budaya dan norma yang harus dijaga. Karena itu, bilamana kedua orangtua kita menyebarkan hoax jangan langsung dikonfrontasi langsung," ujarnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan ada baiknya jika yang melek teknologi dan informasi dapat meminta bantuan ke orang yang dihormati oleh kedua orangtua untuk memberitahukan kalau berita yang disebar tersebut adalah hoax.
"Jangan sampai kita terlalu menggurui, karena penjelasan terhadap orangtua harus beda dengan yang dilakukan ke teman," pungkas Aji.
(Ysl/Isk)