Jual Zero 5 Made In China, Infinix Diduga Curangi Aturan TKDN

Produsen smartphone Infinix diduga melakukan kecurangan dalam memasarkan smartphone Infinix Zero 5.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 26 Mar 2018, 11:00 WIB
Diterbitkan 26 Mar 2018, 11:00 WIB
Infinix
Boks Infinix Zero 5 "Made in China" yang dijual di Lazada Indonesia (Foto: Twitter @herrysw)

Liputan6.com, Jakarta - Produsen smartphone asal Hong Kong Infinix yang sudah bertahun-tahun menjual smartphone-nya di Indonesia, diduga melakukan kecurangan soal aturan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dalam memasarkan perangkatnya.

Hal ini pertama kali diketahui dari kicauan pengamat smartphone Herry SW melalui akun Twitternya @herrysw. Herry mulanya mendapatkan laporan dari follower-nya di Twitter bahwa saat membeli perangkat Infinix Zero 5 melalui jalur penjualan resmi Infinix, Lazada Indonesia, perangkat Zero 5 yang diterima merupakan buatan Tiongkok, bukan Indonesia.

Hal ini diketahui dari keterangan "Made in China" pada boks Infinix Zero 5. Karena tidak hanya mendapat satu laporan, Herry pun membuktikannya dengan memesan smartphone Infinix Zero 5 juga melalui Lazada Indonesia.

"Jadi ada beberapa laporan masuk, saya mencoba iseng beli di Lazada dan benar, yang datang adalah 'Made in China', tetapi di dalamnya ada kartu garansi Indonesia," kata Herry melalui sambungan telepon dengan Tekno Liputan6.com, Senin (26/3/2-018) pagi.

Menurutnya, kejadian ini terjadi sudah dua minggu lalu. "Ada dua orang lapor dapat barang 'Made in China', tetapi ada juga yang lapor dapat barang 'Made in Indonesia'," tuturnya.

Dia mengatakan, secara ketentuan, sertifikasi TKDN yang diterima Infinix adalah dari skema hardware. Oleh karena itu, seharusnya perangkat Infinix Zero 5 dirakit di Indonesia, bukan langsung diimpor dari Tiongkok.

"Walaupun 'Made in China' ini hanya dua atau berapa, ini tetap salah," kata Herry.

Seharusnya, kata Herry, Infinix Zero 5 dirakit di mitra manufaktur Infinix PT Sat Nusapersada di Batam. Dengan demikian, termasuk boksnya juga harus bertuliskan "Made in Indonesia".

Tekno Liputan6.com pun telah mencoba mengonfirmasi kepada pihak Infinix terkait masalah ini, kendati demikian pihak Infinix belum memberikan keterangan tentang hal itu. 

Infinix Zero 5

Infinix Zero 5
Infinix Zero 5 (Sumber: Infinix)

Untuk diketahui, Infinix Zero 5 melenggang di Indonesia sekitar akhir Januari 2018. Ponsel ini mengedepankan kamera ganda dan telah melenggang di pasar global November 2017.

Sebelumnya disebutkan bahwa smartphone ini menyasar kaum milenial yang menyukai fotografi profesional.

Hal ini lantaran resolusi kamera ganda Infinix Zero 5 cukup besar, yakni 12MP dan 13MP, sementara kamera depannya juga punya resolusi besar, yakni 16MP. Selain itu, Infinix Zero 5 juga punya kemampuan 2x optic plus zoom dan 10x digital zoom.

Smartphone dengan layar 5,98 inci ini punya resolusi 1920x1080 piksel serta proteksi layar Corning Gorilla Glass 3.

Secara hardware, Infinix Zero 5 dibekali prosesor MediaTek Helio P25 octa-core berkecepatan 2,6Ghz. Sementara RAM-nya cukup besar, yakni 6GB dan pilihan memori internal 64GB serta 128GB.

Aturan TKDN

Secara garis besar, aspek penilaian TKDN perangkat 4G diatur dalam Pasal 4 Permenperin No 65 Tahun 2016. Pasal ini menyatakan bahwa penilaian TKDN dilakukan dengan pembobotan pada tiga aspek, yaitu:

1. Aspek manufaktur dengan bobot 70 persen dari penilaian TKDN produk

2. Aspek pengembangan dengan bobot 20 persen dari penilaian TKDN produk, dan

3. Aspek aplikasi dengan dengan bobot 10 persen dari penilaian TKDN produk.

Rincian dari penilaian ketiga aspek tersebut adalah sebagai berikut:

1. Aspek manufaktur: material memiliki bobot 95 persen, tenaga kerja memiliki bobot 2 persen, dan mesin produksi memiliki bobot 3 persen

2. Aspek pengembangan: lisensi memiliki bobot 10 persen, firmware memiliki bobot 40 persen, desain industri memiliki bobot 20 persen, dan desain tata letak sirkuit terpadu memiliki bobot 30 persen

3. Aspek aplikasi: minimal 2 aplikasi lokal terpasang (embedded) di ponsel atau empat gim lokal terpasang (embedded), digunakan secara aktif oleh 250.000 orang, proses injeksi software dilakukan di dalam negeri, menggunakan server di dalam negeri, memiliki toko aplikasi online lokal.

Selain opsi-opsi tersebut di atas, ada satu opsi lainnya, yaitu TKDN dengan skema berbasis investasi. Berdasarkan Pasal 26 Permenperin No 65 Tahun 2016, skema penghitungannya adalah sebagai berikut:

1. Investasi senilai Rp 250 miliar hingga Rp 400 miliar setara dengan TKDN 20 persen

2. Investasi senilai lebih dari Rp 400 miliar hingga Rp 550 miliar setara dengan TKDN 25 persen

3. Investasi senilai lebih dari Rp 550 miliar hingga Rp 700 miliar setara dengan TKDN 30 persen

4. Investasi senilai lebih dari Rp 700 miliar hingga Rp 1 triliun setara dengan TKDN 35 persen

5. Investasi senilai lebih dari Rp 1 triliun setara dengan TKDN 40 persen

(Tin/Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya