Liputan6.com, Jakarta - Google dan Facebook dinilai telah melanggar regulasi baru Uni Eropa, General Data Protection Regulation (GDPR), yang mulai berlaku sejak Jumat (25/5/2018). Menurut kelompok privasi, noyb.eu, kedua perusahaan disebut terlibat dalam tindakan "persetujuan paksa".
Persetujuan paksa ini merupakan pendekatan yang memaksa pengguna untuk menyetujui berbagai hal yang telah ditetapkan, dan kalau tidak mau, maka dilarang menggunakan layanan tersebut.
Secara garis besar, persetujuan paksa ini dinilai sebagai pendekatan "ambil atau tinggalkan".
Advertisement
Baca Juga
"GDPR yang baru mulai berlaku ini, seharusnya memberikan pengguna kebebasan memilih, apakah mereka setuju mengenai penggunaan data atau tidak," ungkap pihak noyb.eu dalam pernyataannya, seperti dikutip dari Fast Company, Sabtu (26/5/2018).
"Mereka justru menghadapi hal sebaliknya dengan banyaknya 'kotak persetujuan' muncul secara online atau di dalam aplikasi, yang sering dikombinasikan dengan ancaman, yakni layanan tidak bisa digunakan jika pengguna tidak memberikan persetujuannya,"
Menurut pihak noyb.eu, mereka telah mengajukan keluhan mengenai Google (Android), Facebook, WhatsApp, dan Instagram, terkait tindakan "persetujuan paksa" tersebut. Noyb.eu menggambarkan pendekatan semacam itu seperti perlakuan yang ada di Korea Utara.
"Facebook memblokir akun pengguna yang belum memberikan persetujuan. Pada akhirnya, pengguna hanya memiliki pilihan untuk menghapus akun atau menekan tombol persetujuan, yang jelas itu bukan sebuah pilihan bebas. Hal ini mengingatkan pada proses pemilihan di Korea Utara," ungkap Ketua noyb.eu, Max Schrems.
Lebih lanjut, jika Uni Eropa memiliki pendapat yang sama dengan noyb.eu, maka Google dan Facebook akan menghadapi sanksi karena sudah melanggar regulasi GDPR. Nominal denda hingga 20 juta euro atau hingga empat persen dari turnover tahunan global untuk pelanggaran serius.
Mengenal GDPR
GDPR merupakan regulasi dalam Undang-Undang Uni Eropa tentang perlindungan data dan privasi untuk semua individu yang ada di Eropa dan Area Ekonomi Eropa. Regulasi ini juga membahas ekspor data pribadi di luar Uni Eropa dan Area Ekonomi Eropa.
Tujuan utama GDPR adalah memberikan kontrol kepada warga negara dan penduduk Uni Eropa atas data pribadi, dan untuk menyederhanakan lingkungan peraturan bagi bisnis internasional.
Regulasi ini secara garis besar memberikan hak-hak baru kepada pengguna, termasuk hak untuk mencari tahu data yang disimpan dan untuk menghapusnya, kecuali sebuah perusahaan memiliki alasan tepat untuk menyimpannya.
Semua perusahaan, termasuk dari sektor teknologi, kini harus mendapatkan persetujuan konsumen secara eksplisit jika ingin menggunakan informasi pribadi mereka.
Selain itu, perusahaan juga tidak boleh membuat orang-orang memberikan lebih banyak informasi dengan memberikan imbalan berupa layanan premium.
Perusahaan-perusahaan juga harus memiliki standar lebih tinggi untuk menjaga keamanan data. Perusahaan yang melanggar GDPR akan menghadapi hukuman, termasuk sanksi hingga 20 juta euro atau hingga empat persen dari turnover tahunan global untuk pelanggaran serius.
Banyak perusahaan memperbarui kebijakannya agar tidak melanggar GDPR, dan Microsoft salah satunya. Microsoft sudah memublikasikan pernyataan privasi yang baru tentang produk dan layanan konsumennya.
(Din/Ysl)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Advertisement