Akses Tak Merata, 11 Persen Wilayah di Indonesia Kesulitan Sinyal

Wilayah blank spot tersebut, berlokasi di 5.300 desa yang ada di seluruh Indonesia, sedangkan 3.500 di antaranya ada di Papua.

oleh Jeko I. R. diperbarui 28 Des 2018, 11:30 WIB
Diterbitkan 28 Des 2018, 11:30 WIB
Bakti
Diskusi akhir tahun yang digelar SelularID bersama BAKTI. (Foto: SelularID)

Liputan6.com, Jakarta - Program Merdeka Sinyal yang dicanangkan Badan Aksesibilitas Telekomunikasi Indonesia (BAKTI) tampaknya memiliki sejumlah tantangan. Salah satunya adalah akses telekomunikasi yang masih belum merata di nusantara.

Terbukti, saat ini masih ada sekitar 11 persen wilayah di Indonesia yang belum tersentuh sinyal. Wilayah blank spot tersebut, berlokasi di 5.300 desa yang ada di seluruh Indonesia, sedangkan 3.500 di antaranya ada di Papua.

Agar dapat menggeber pemerataan akses telekomunikasi ini, Direktur Utama BAKTI Anang Latief, mengakui butuh dana yang lebih banyak dari yang sekarang ini, di mana ada dari dana USO yang disetor oleh operator.

"Saat ini operator mempunyai kewajiban untuk menyetor dana USO sebesar 1,25 persen dari total revenue. Sulit mewujudkan kalau cuma 1,25 persen untuk membangun infrastruktur di 5000 desa lebih," ujar Anang pada diskusi akhir tahun yang digelar SelularID di Jakarta, Kamis (27/12/2018).

Karenanya, lanjut Anang, BAKTI kini tengah mencari solusi bagaimana pembiayaan ini bisa bertambah tanpa membebani operator mengingat saat ini kondisi operator tengah tergerus pemasukannya.


Skema Pemerataan Akses Telekomunikasi

Indonesia Merdeka Sinyal
Media Gathering Indonesia Merdeka Sinyal (liputan6.com/Agustinus M.Damar)

Dalam memeratakan akses telekomunikasi, BAKTI tak bertindak sebagai operator. Justru, pihaknya menawarkan skema kepada operator untuk mempercepat meratanya akses telekomunikasi.

"Kami bangun infrastruktur yang nantinya akan digunakan oleh operator. Kami jamin infrastruktur yang dibangun memiliki SLA yang sesuai dengan standar operator," terang Anang.

Kamilov Sagala, Pengamat Telekomunikasi, pada kesempatan yang sama mengatakan bahwa tergerusnya revenue operator tak lepas dari lemahnya regulasi di sektor telekomunikasi.

"Lemahnya regulasi membuat OTT merajalela dan akhirnya menggerus pendapatan operator," kata Kamilov.

Aturan mengenai OTT ini disampaikan Kamilov tidak kunjung terbit sejak Menkominfo Rudiantara dilantik.

"Seharusnya bisnis BAKTI ini bukan dari operator tapi dari OTT," tegas Kamilov.

 


Jangan Sampai Maladministrasi

Indonesia Merdeka Sinyal
Direktur Utama BAKTI Anang Latif (liputan6.com/Agustinus M.Damar)

Alamsyah Saragih, Anggota Ombudsman RI, juga menekankan peran BAKTI yang tadinya pelaksana USO menjadi semi penyelenggara telekomunikasi harus dibuat aturan bagaimana interaksinya dengan operator yang ada.

"Jangan sampai dalam menjalankan tugasnya melakukan pemerataan akses telekomunikasi terjadi maladministrasi," pungkas Alamsyah.

Ombusdman sendiri akan memantau dan mengawal semua proses. Keputusan baik skema bismis maupun tata cara pperasional yang dihasilkan BAKTI, jangan sampai ada maladministrasi apalagi berbenturan dengan operasional.

Pasalnya, operator di lapangan bisa menyebabkan kerugian negara, bahkan potensi kerugian lainnya.

(Jek/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya