Mengenal Tradisi Kebo-keboan dari Banyuwangi

Suku ini adalah suku asli yang mendiami wilayah Banyuwangi. Kebo-keboan telah menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat setempat sejak abad ke-18 dan terus dilestarikan hingga kini.

oleh Switzy Sabandar Diperbarui 22 Mar 2025, 00:00 WIB
Diterbitkan 22 Mar 2025, 00:00 WIB
Sepasang Kebo-keboan  menghibur pengujung pasar kuliner Wit-witan Alasmalang Banyuwangi (Hermawan Arifianto/Liputan6.com)
Sepasang Kebo-keboan menghibur pengujung pasar kuliner Wit-witan Alasmalang Banyuwangi (Hermawan Arifianto/Liputan6.com)... Selengkapnya

Liputan6.com, Banyuwangi - Tradisi kebo-keboan merupakan salah satu upacara adat unik yang berasal dari Desa Alasmalang, Kecamatan Singojuruh, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Ritual ini dilaksanakan oleh masyarakat suku Using.

Suku ini adalah suku asli yang mendiami wilayah Banyuwangi. Kebo-keboan telah menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat setempat sejak abad ke-18 dan terus dilestarikan hingga kini.

Mengutip dari berbagai sumber, upacara ini digelar sebagai bentuk rasa syukur atas hasil panen yang melimpah serta sebagai upaya tolak bala untuk menghindarkan desa dari marabahaya, wabah penyakit, dan kegagalan panen. Tradisi kebo-keboan berakar dari kisah masa lalu ketika Alasmalang dilanda wabah penyakit yang tidak hanya menyerang manusia, tetapi juga merusak tanaman para petani.

Akibatnya, terjadi gagal panen secara berkala. Konon, sesepuh desa yang bernama Karti mendapatkan wangsit untuk mengadakan selamatan bersih desa dengan cara mengarak para petani yang berdandan dan berperilaku seperti kerbau.

Ritual ini ditujukan untuk memohon keselamatan dan kemakmuran kepada Dewi Sri, simbol kesuburan dalam kepercayaan masyarakat Jawa. Setelah upacara tersebut digelar, wabah pun perlahan menghilang, dan hasil panen kembali melimpah.

Sejak saat itu, tradisi Kebo-keboan dilaksanakan secara rutin sebagai bentuk syukur dan pelestarian budaya. Pelaksanaan upacara kebo-keboan dilakukan setiap tahun pada bulan Muharram, tepatnya pada hari Minggu pertama.

Prosesi ini melibatkan puluhan peserta yang berdandan seperti kerbau. Tubuh mereka dilumuri oli hingga menghitam, dilengkapi dengan tanduk, rambut palsu, dan sebagian membawa bajak sebagai atribut pendukung. Para peserta kemudian diarak keliling desa sambil berguling di lumpur dan mencipratkan lumpur ke segala arah.

Penulis: Ade Yofi Faidzun

Promosi 1

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya