Liputan6.com, Jakarta - Facebook melakukan berbagai upaya untuk mengamankan platform-nya dari konten-konten hoaks dan ujaran kebencian yang memecah belah, terutama menjelang pemilu legislatif dan presiden 2019.
Director Global, Politic and Government Outreach Facebook Katie Harbath menyadari, sejumlah orang menggunakan platform Facebook secara tidak bertanggung jawab dan mengganggu jalannya demokrasi.
Fokus utama Facebook adalah memberantas kabar hoaks dan ujaran kebencian yang begitu meresahkan belakangan ini.
Advertisement
Baca Juga
"Langkah pertama yang kami adalah dengan menghapus akun palsu," kata Harbath dalam acara Pemuda Memilih di Jakarta, Senin (21/1/2019).
Dia lebih lanjut mengatakan, orang-orang tidak bertanggung jawab biasanya menggunakan nama palsu.
Dalam mengenali hal ini, Facebook memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI).
"Kalau ada perilaku menyimpang, misalnya saat ada akun yang baru daftar melakukan perilaku menyimpang seperti meng-add semua orang ke daftar pertemanan atau membuat dan mengunggah banyak posting-an di banyak grup, itu perilaku abnormal dari akun tersebut," kata Harbath.
Oleh karenanya AI berupaya mengidentifikasi perilaku abnormal tersebut sebagai sinyal, untuk menentukan keaslian sebuah akun.
Total, hingga kuartal 1 2019, Facebook telah menghapus 753,7 juta akun palsu di dunia, di mana 98 persennya dihapus setelah melalui identifikasi tim Facebook yang kini berjumlah 30 ribu orang, bukan dari hasil pelaporan pengguna lainnya.
Kurangi Penyebaran Konten Hoaks dan Misinformasi
Untuk mengamankan suasana pilpres 2019, Facebook juga menangani peredaran hoaks.
Raksasa media sosial besutan Mark Zuckerberg ini menggunakan machine learning untuk mendeteksi keaslian informasi yang dibagikan.
Selain itu, Facebook juga bekerja sama dengan pemeriksa fakta pihak ketiga.
Di Indonesia Facebook bekerja sama dengan Tirto, AFP, Liputan6.com, Kompas, Tempo, dan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo).
Ketika ada konten yang dikategorikan sebagai hoaks atau misinformasi, Facebook akan mengurangi distribusi atau penyebaran berita tersebut di feed sehingga menurunkan potensinya untuk terbaca pengguna lain.
"Motivasi orang untuk menyebarkan hoaks adalah untuk mendapatkan keuntungan materi. Dengan mengurangi distribusi, kami juga menghapus kemungkinan orang untuk mendapatkan keuntungan materi dari penyebaran hoaks," tutur Harbath.
Selanjutnya, pihak Facebook akan mengirimkan notifikasi jika ada pengguna yang mencoba membagikan atau telah membagikan konten yang dikategorikan sebagai hoaks atau misinformasi.Â
Advertisement
Tekan Peredaran Ujaran Kebencian
Facebook melakukan upaya lainnya, yakni menekan peredaran hate speech atau ujaran kebencian di platform-nya.
Salah satunya, jejaring sosial yang punya 115 juta akun di Indonesia ini bekerja sama dengan sejumlah stakeholder, salah satunya Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
Harbath mencontohkan, dalam kasus di Brasil, yakni saat dua putaran pilpres, pihaknya mengidentifikasi ada kenaikan jumlah konten ujaran kebencian.
"Langsung Facebook bekerja sama sistem otomasi dan Bawaslu setempat untuk mengidentifikasi ujaran-ujaran kebencian. Pendekatan ke negara, ini juga yang akan dilakukan di Indonesia untuk menekan hate speech," tuturnya.
Facebook juga mulai transparansi terhadap iklan dan halaman di Facebook, memperkuat penegakan hukum terhadap iklan yang tidak pantas, hingga mendukung keterlibatan sipil di Facebook.
(Tin/Jek)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: