Liputan6.com, Jakarta - Belakangan ini, penyebar informasi negatif melalui SMS palsu atau blast SMS melalui mobile blaster atau fake BTS membuat resah masyarakat. Penyebaran konten negatif melalui SMS palsu kian tinggi, terutama menjelang Pemilu 2019.
Menanggapi hal tersebut Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Agung Harsoyo mengatakan, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dan BRTI sudah memonitor perkembangan isu yang meresahkan masyarakat tersebut.
Saat ini Balai Monitor Spektrum Frekuensi Radio (Balmon) sedang bekerja untuk memantau perkembangan penggunaan fake BTS tersebut.
Advertisement
Baca Juga
Menurut Agung, penyebar SMS palsu dilakukan oleh oknum masyarakat yang tidak bertanggung jawab dengan menggunakan teknologi IT yang dinamakan mobile blaster atau fake BTS. Dengan perangkat tersebut, si penyebar dapat mengirimkan SMS kepada pelanggan tanpa izin operator dan pemilik nomor yang sesungguhnya.
"Yang melakukan penyebaran SMS itu bukan operator, melainkan pihak-pihak tak bertanggung jawab, yang memiliki alat mobile blaster atau fake BTS. Dengan alat tersebut, mereka bisa menyebarkan SMS seolah-olah dari pemilik resmi nomor tersebut. BRTI mengimbau masyarakat yang melakukan penyebaran SMS melalui fake BTS untuk menghentikan kegiatannya karena merugikan masyarakat dan melanggar UU ITE," kata Agung kepada Merdeka.com.
Saat ini regulator telah bertindak dengan mengeluarkan larangan penggunaan SMS blast melalui fake BTS. Larangan tersebut tertuang dalam Siaran Pers No 84/HM/KOMINFO/04/2019 mengenai Tangkal Penyebaran Konten Negatif, BRTI Larang Jual Beli dan Penggunaan Perangkat Penyebar SMS Palsu.
Dalam siaran pers tersebut, Ketua BRTI Ismail mengatakan, pihaknya menemukan ada penggunaan SMS Blaster atau Mobile Blasteratau Fake BTS untuk penyebaran SMS yang berisi konten negatif. Tindakan ini melanggar UU Telekomunikasi dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik.
Sulit Dihentikan
Meski regulator melarang penggunaan fake BTS, Agung mengakui, hingga saat ini Kemkominfo masih kesulitan menghentikan secara penuh penggunaan fake BTS di masyarakat.
Selain karena alat tersebut beredar cukup masif di masyarakat tanpa melalui operator, pengoperasian fake BTS ini juga dilakukan secara random dan berpindah-pindah tempat. Tergantung event yang akan disasar.
Fake BTS ini sebenarnya sudah digunakan sejak pilkada DKI dua tahun lalu. Namun, saat itu jumlahnya tak terlalu banyak. Ketika ajang pemilu serentak 17 April, jumlah SMS blast melalui teknologi fake BTS kembali marak.
Cara beroperasi fake BTS dalam menyebaran SMS cukup canggih. Masyakarat yang memiliki alat fake BTS ini melakukan intersepsi jaringan operator telekomunikasi tertentu disekitar BTS yang dekat dengan alat fake BTS.
"Fake BTS ini memancarkan frekuensi seolah-olah BTS operator. Padahal sesungguhnya ini murni tanpa melalui core atau billing sistim operator. Mereka melakukan intersepsi diantara BTS dan pelanggan telepon selular," ucap Agung.
Advertisement
Upaya Tekan Peredaran Fake BTS
Hingga saat ini alat fake BTS masih dijual bebas di beberapa toko IT offline dan penjualan online dengan harga puluhan juta rupiah.
Menurut Agung, sebenarnya fake BTS itu merupakan alat ilegal dan tidak pernah diperkenalkan oleh regulator. Karena meresahkan masyarakat, kini Kominfo dan BRTI melarang penjualan fake BTS. Pelarangan ini sama seperti penjualan jammer dan pengguat sinyal.
Melihat maraknya penjualan fake BTS di toko IT offline dan e-commerce, Mohammad Ridwan Effendi, Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB, meminta kepada Kominfo segera menindak para penjual perangkat fake BTS dan pelaku broadcast SMS yang menggunakan perangkat telekomunikasi ilegal tersebut.
Karena sudah mengarah ke tindak pidana yang tertuang dalam UU ITE. Seharusnya Kominfo dan kepolisian dsegera menindak pengguna broadcast SMS yang menggunakan fake BTS tersebut. Sebab para pelaku sudah menyebarkan berita yang tidak benar dan membuat masyarakat resah, ujar Ridwan.
Agar peredaran perangkat broadcast SMS yang menggunakan fake BTS di masyarakat berkurang, Ridwan meminta Kominfo bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan untuk dapat melarang masuk dan beredarnya fake BTS tersebut. Langkah pemblokiran dan pelarangan yang dilakukan oleh Kominfo tak akan berarti, jika tak dibarengi dengan pelarangan impor alat-alat IT seperti fake BTS tersebut.
Reporter: Syakur Usman
Sumber: Merdeka.com