Huawei Klaim Bisa Bertahan Tanpa AS

Chief Executive Officer (CEO) Huawei, Ren Zhengfei, mengatakan perusahaannya bisa bertahan meski tanpa dukungan dari Amerika Serikat (AS).

oleh Andina Librianty diperbarui 11 Nov 2019, 07:30 WIB
Diterbitkan 11 Nov 2019, 07:30 WIB
Huawei HQ
Device Laboratory milik Huawei di Beijing, Tiongkok. Liputan6.com/Andina Librianty

Liputan6.com, Jakarta - Chief Executive Officer (CEO) Huawei, Ren Zhengfei, mengatakan perusahaannya bisa bertahan meski tanpa dukungan dari Amerika Serikat (AS). Hal tersebut disampaikan Zhengfei dalam wawancara dengan The Wall Street Journal.

"Kami bisa bertahan dengan sangat baik tanpa AS. Pembicaraan dagang Tiongkok-AS bukanlah sesuatu yang saya khawatirkan," tutur Ren seperti diktuip dari The Wall Street Journal,Ā Senin (11/11/2019).

Menurut Ren, Huawei tidak akan menjadi korban dalam perang dagang antara Tiongkok dan AS. Ia pun mengatakan akan tetap menerima kunjungan dari Donald Trump saat ini, atau nanti setelah ia tak lagi menjabat sebagai Presiden AS.

"Kami hampir tidak memiliki urusan bisnis di AS. Belum ada konfrontasi dengan AS. Kami tentu akan memberikannya (Trump) sambutan hangat," kata Zhengfei.

Ia menjelaskan, Huawei membangun portofolio produk-produk jaringan 5G tanpa teknologi AS dengan jumlah 5.000 base station per bulan.

AS pada Mei lalu menempatkan Huawei ke dalam entity list atau daftar hitam perdagangan Kementerian Perdagangan. Kebijakan ini membuat Huawei tidak bisa berbisnis dengan banyak perusahaan AS.

[Huawei ]( 4098119 "")yang merupakan vendor peralatan jaringan terbesar di dunia, juga disebut sebagai salah satu isu dalam perang dagang.

"Kami tidak memperkirakan AS akan menghapus Huawei dari entity list. Mereka mungkin akan tetap menempatkan kami di sana, karena kami akan baik-baik saja tanpa mereka," ungkapnya.

Huawei dan AS

Logo Huawei
Huawei (Foto: Huawei)

Huawei dilaporkan masih membeli teknologi dari perusahaan-perusahaan AS. Bisnis Huawei dan perusahaan-perusahaan itu disebut tidak termasuk dalam kebijakan larangan AS.

Huawei pada tahun lalu membeli teknologi dari perusahaan-perusahaan AS sebesar USD 11 miliar, termsauk software dari Alphabet dan Microsoft. Menurut Presiden of Corporate Strategy Huawei, Will Zhang, pembelian teknologi AS sekira 70 hingga 80 persen daripada level sebelumnya.

Pemblokiran ini merupakan salah satu aksi anti-Huawei yang dilakukan oleh pemerintah AS dalam setahun terakhir. Masalah ini berkaitan dengan isu ancaman keamanan. Negeri Paman Sam juga mendesak para sekutunya untuk menjauhkan Huawei dari pembangunan jaringan 5G mereka.

Selain itu, pada Desember tahun lalu di Vancouver, pihak berwenang Kanada menangkap putri Zhengfei yang juga CFO Huawei, Meng Wanzhou. Penangkapan ini disebut atas permintaan AS.

Bantah Memata-matai

Salah satu toko resmi Huawei di Beijing, China (AP/Mark Schiefelbein)
Salah satu toko resmi Huawei di Beijing, China (AP/Mark Schiefelbein)

Sikap AS terhadap Huawei disebabkan kekhawatiran produk-produknya digunakan untuk memata-matai. Huawei juga disebut secara hukum terikat untuk memenuhi permintaan data pelanggan dari pemerintah Tiongkok.

Zhengfei berulang kali membantah memata-matai pelanggan atas permintaan pemerintah apa pun. Ia menegaskan akan menolak permintaan tersebut, termasuk dari pemerintah Tiongkok.

Ketika ditanya tentang kepastian tidak ada satu pun dari hampir 200 ribu karyawan Huawei menjadi kaki tangan pemerintah Tiongkok, Zhengfei menegaskan sikapnya berdasarkan kebijakan perusahaan.

"Kami tidak mengizinkan pelanggaran. Jika ada karyawan yang melakukan hal seperti itu, mereka akan dihukum berat," tuturnya.

Ia pun bersikeras Huawei tidak memiliki akses ke data yang mengalir di jaringannya. Ia pun memberikan jawaban dengan analogi.

"Sama seperti manufaktur mobil, kami hanya menjual peralatan. Operator membangun pipa dan memastikan aliran informasi mengalir dengan lancar melalui pipa. Sementara kami memproduksi lembaran besi di atas pipa. Apa yang bisa kami lakukan dengan lembaran besi?" jelasnya.

(Din/Ysl)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya