Badai PHK Startup Tak Terhindarkan, Pengamat: Restrukturisasi Jadi Solusi

Banyak perusahaan terpaksa melakukan PHK demi bisa survive di tengah pandemi, mulai dari perusahaan berusia cukup tua sampai startup.

oleh Iskandar diperbarui 16 Jun 2020, 10:00 WIB
Diterbitkan 16 Jun 2020, 10:00 WIB
Startup
Ilustrasi Startup (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Di tengah situasi pandemi Covid-19, badai pemutusan hubungan kerja (PHK) tak terhindarkan.

Banyak perusahaan terpaksa mengambil kebijakan tersebut demi memertahankan keberlangsungan usaha, mulai dari perusahaan berusia cukup tua sampai yang berstatus rintisan (startup).

Pengamat teknologi sekaligus Executive Director Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi, mengatakan pengurangan karyawan memang merupakan opsi terakhir, termasuk pada situasi pandemi saat ini.

"Langkah pengurangan karyawan tidak bisa terhindarkan. Di situasi seperti ini sulit mempertahankan karyawan,” ujar Heru melalui keterangannya, Selasa (16/5/2020).

Pengurangan karyawan, menurutnya, ada dua macam yaitu rasionalisasi dan restrukturisasi. Restrukturisasi biasanya ditempuh dalam rangka efisiensi karena bisa digantikan teknologi atau pihak ketiga yang lebih murah.

"Misalnya di perusahaan telekomunikasi. Tadinya saya memiliki orang untuk berikan layanan call center. Dalam perjalanannya, biaya call center mahal. Saya jadi pakai pihak ketiga. Ini bentuk restrukturisasi perusahaan hadapi tantangan baru, dan ini umum terjadi,” ucapnya menjelaskan.

Heru menyarankan agar perusahaan mengambil langkah restrukturisasi sebagai solusi. Misalnya bagian usaha yang tidak penting dikurangi, dengan tujuan optimalisasi perusahaan.

Perlu disadari bahwa pendapatan perusahaan jauh berkurang pada situasi saat ini. Rasionalisasi pun terbentuk. Heru mencontohkan pada sebuah perusahaan maskapai yang sampai harus mengurangi jumlah pilotnya.

"Sekarang kondisinya memang harus dikurangi. Dalam situasi penting atau pun enggak penting dari karyawan itu. Seperti pilot Garuda Indonesia, posisinya penting tapi sekarang harus dikurangi,” ujar Heru.

 

Bertahan Agar Tak Tumbang

Ilustrasi Pesawat Terbang
Pesawat Terbang Garuda Indonesia (Liputan6.com/Fahrizal Lubis)

Mayoritas perusahaan saat ini tidak berpikir pada pertumbuhan kinerja. Lebih kepada situasi bertahan agar tidak tumbang. Sebab jika sampai kolaps, dampak negatifnya akan jauh lebih besar.

"Ini istilahnya survive. Kita masuk tahap survival, di mana bertahan hidup lebih penting,” tegasnya.

Perusahaan maskapai seperti Emirates dan Garuda Indonesia memang termasuk dalam bagian yang harus menempuh kebijakan pengurangan karyawan.

Emirates Group dikabarkan berencana memberhentikan 30.000 karyawan untuk memangkas biaya di tengah pandemi virus corona. Pemangkasan tersebut nantinya akan mengurangi 30 persen dari total karyawan yang mencapai 105.000 orang.

Sementara Garuda Indonesia harus merumahkan 800 karyawannya dengan status tenaga kerja kontrak atau Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).

Lalu, perusahaan transportasi daring asal Amerika Serikat, Uber, melakukan PHK kepada 6.700 karyawan sebagai imbas hantaman Covid-19.

 

Traveloka hingga Airy

Rahasia Sukses Jadi Pelaku Industri Pariwisata
Airy Rooms.

Traveloka juga dikabarkan memberhentikan sebagian besar stafnya. Pandemi menghilangkan banyak rencana liburan.

Pengurangan karyawan Traveloka disebut-sebut sekitar 100 orang atau 10 persen karyawan di startup ini. Kebijakan itu disebut telah dilakukan sejak awal April 2020.

Ramayana, perusahaan ritel yang sudah eksis cukup lama juga mengurangi jumlah karyawan. Sedikitnya mencapai 84 karyawan harus kena PHK, salah satunya karena penutupan gerai Ramayana Depok.

KFC pun demikian. Beberapa waktu lalu, sebanyak 450 pekerja restoran spesialis ayam goreng itu dirumahkan, terutama di Jawa.

Lalu, Airy menghentikan operasionalnya secara permanen di tengah pandemi virus corona. Pada saat yang sama, perusahaan sejenis yaitu Airbnb juga akan merumahkan 1.900 orang karyawan atau setara dengan 25 persen dari total jumlah pekerja Airbnb saat itu.

Platform digital pemesanan hotel Agoda pun memutuskan untuk melakukan PHK kepada sekitar 1.500 karyawannya di 30 negara.

(Isk/Why)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya