Facebook Blokir Ratusan Akun Terkait Gerakan Boogaloo

Facebook mengklaim telah menghapus dan memblokir ratusan akun yang berkaitan dengan gerakan Boogaloo.

oleh Iskandar diperbarui 01 Jul 2020, 11:06 WIB
Diterbitkan 01 Jul 2020, 11:06 WIB
Ilustrasi Facebook
Lagi-lagi Mark Zuckerberg merogoh koceknya sendiri untuk donasi ke restoran favoritnya (Foto: unsplash.com/Alex Haney

Liputan6.com, Jakarta - Facebook mengklaim telah menghapus dan memblokir ratusan akun yang berkaitan dengan gerakan anti-pemerintah Amerika Serikat (AS), Boogaloo.

Gerakan baru ini terdiri dari kelompok bersenjata sayap kanan yang diduga menunggangi kekerasan demo yang menuntut kematian pria kulit hitam Afrika-Amerika, George Floyd.

Mengutip laman BBC, Rabu (1/7/2020), kelompok Boogaloo bersenjata telah terlihat dalam sebuah aksi protes AS, baru-baru ini.

Facebook sendiri mengaku telah menghapus 220 akun dan 95 akun lainnya dari Instagram, serta 28 halaman dan 106 grup yang berkaitan dengan jaringan Boogaloo.

"Kelompok itu secara aktif mempromosikan kekerasan terhadap warga sipil, penegak hukum, pejabat, dan lembaga pemerintah," kata Facebook.

"Anggota jaringan ini berusaha merekrut orang lain dalam gerakan Boogaloo yang lebih luas, berbagi konten yang sama secara online dan mengadopsi tampilan offline yang sama dengan yang lain," sambung Facebook.

Facebook juga menyebut telah menghapus lebih dari 400 grup tambahan dan lebih dari 100 halaman lainnya karena melanggar kebijakan Individu dan Organisasi Berbahaya.

 

Facebook Pantau Boogaloo Sejak 2019

Facebook
(ilustrasi/guim.co.uk)

Facebook menambahkan bahwa penghapusan akun tersebut adalah langkah terbaru dalam komitmen perusahaan untuk melarang orang yang menyatakan misi kekerasan dengan menggunakan platform miliknya.

Raksasa media sosial itu bahkan mengklaim telah mengikuti gerakan Boogaloo sejak 2019.

Gerakan itu, sering disebut sebagai "Boogaloo Bois", tanpa batasan dan tanpa pemimpin. Para pengikut umumnya mendaftar untuk dua tujuan mendasar: keinginan untuk menggulingkan pemerintah secara bersenjata dan komitmen yang tak tergoyahkan untuk kepemilikan senjata.

Ini dimulai sebagai gerakan yang relatif kecil di situs web '4chan', tetapi selama bertahun-tahun kian berkembang pesat.

Bulan lalu, seorang sersan Angkatan Udara AS yang memiliki hubungan dengan gerakan itu didakwa atas pembunuhan seorang petugas keamanan federal selama protes Black Lives Matter. Dia juga didakwa terkait pembunuhan perwira lain, delapan hari kemudian.

Jaksa Agung AS William Barr pekan lalu membentuk satuan tugas Departemen Kehakiman untuk melawan ekstremis anti-pemerintah, termasuk gerakan Boogaloo.

Pemblokiran Dilakukan Setelah Facebook Menghadapi Boikot

Facebook
CEO Facebook Mark Zuckerberg (AP Photo/Jeff Chiu)(AP Photo/Paul Sakuma, File)

Langkah ini dilakukan ketika Facebook menghadapi boikot dari pengiklan atas ujaran kebencian dan misinformasi di platform miliknya.

Perusahaan-perusahaan besar termasuk Ford, Adidas, Coca-Cola, dan Starbucks telah menarik iklan dari Facebook.

Kampanye boikot juga didorong para pegiat yang mengatakan bahwa perusahaan media sosial itu tidak berbuat banyak untuk menghilangkan kaum rasis dan konten pembenci lainnya.

Praktik moderasi konten di platform Facebook disebut menjadi salah satu pemicu awal gerakan #StopHateForProfit ini. Termasuk ke dalam gerakan ini adalah National Association for the Advancement of Colored People (NAACP), Color of Change, dan Anti-Defamation League.

Mereka mengatakan tidak akan mendukung perusahaan yang lebih mengutamakan keuntungan. Salah satu brand yang pertama bergabung adalah North Face.

"Facebook tetap tidak mau mengambil langkah signifikan untuk menghapus propaganda politik dari platform-nya," kata Presiden dan CEO di NAACP Derrick Johnson, dikutip dari Forbes.

Dia menilai, Mark Zuckerberg dan perusahaannya tidak hanya sekadar lalai, tetapi juga berpuas diri dalam penyebaran misinformasi di platform-nya.

"Tindakan semacam ini akan menjungkirbalikkan integritas Pemilihan Umum mendatang. Kami tidak akan mendukung hal ini," pungkas Derrick.

(Isk/Why)

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya