Facebook Larang Penjualan Artefak Bersejarah

Facebook melarang penjualan artefak bersejarah di platform Facebook dan Instagram.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 29 Jun 2020, 14:00 WIB
Diterbitkan 29 Jun 2020, 14:00 WIB
Artefak Era Romawi
Venus von Hohle Fels, patung gading yang berumur antara 40.000 dan 35.000 SM dipajang selama pameran di Museum Martin-Gropius-Bau di Berlin, Jerman (20/9). Pameran arkeologi ini berlangsung 21 September 2018 hingga 6 Januari 2019. (AP Photo/Frank Jordans)

Liputan6.com, Jakarta - Facebook melarang penggunanya memperjualbelikan artefak bersejarah di platform-nya.

Hal ini dilakukan usai adanya investigasi dari BBC dan sejumlah peneliti akademis yang menemukan sejumlah artefak bersejarah dari Irak dan Suriah dijual di Facebook.

Mengutip laman BBC, Senin (29/6/2020), selain pelarangan penjualan artefak bersejarah di platform-nya, Facebook juga mengubah Standar Komunitas Facebook.

"Facebook melarang konten-konten yang mendorong atau mencoba membeli, menjual atau memperdagangkan artefak bersejarah. Selain itu, Facebook melarang upaya untuk mencari artefak bersejarah," demikian perubahan standar komunitas Facebook mengenai pelarangan penjualan artefak di platform-nya.

Berbagai jenis item yang dilarang antara lain gulungan kuno, manuskrip, bagian tubuh mumi, hingga koin kuno.

Manajer Kebijakan Publik Facebook Greg Mandel mengatakan, artefak bersejarah memiliki nilai budaya pribadi dan budaya yang signifikan bagi komunitas di seluruh dunia.

"Penjualan artefak bersejarah kerap kali menghasilkan perilaku berbahaya. Itu sebabnya kami sudah lama memiliki aturan mencegah penjualan artefak curian," kata Mandel dalam pernyataan.

"Untuk menjaga artefak ini dan pengguna kami aman, kami telah berupaya memperluas aturan kami. Mulai hari ini, kami melarang pertukaran, penjualan, atau pembelian semua artefak bersejarah di Facebook dan Instagram," ujarnya.


Sistem Deteksi Berbasis Pencarian dan AI

Facebook
(ilustrasi/guim.co.uk)

Raksasa media sosial ini mengembangkan sistem otomatis berbasis gambar dan kata-kata kunci untuk mengidentifikasi konten yang melanggar kebijakan baru.

Namun, seorang ahli dari Shawnee State University Profesor Amr al-Azm mengatakan, mengandalkan laporan pengguna dan AI tidaklah cukup untuk membasmi jual beli artefak bersejarah di platform Facebook.

Ia menyebut, dibutuhkan investasi lebih dari Facebook untuk mengatasi hal ini. Profesor Amr al-Azm mengatakan, alih-alih men-take down unggahan per individu, Facebook sudah seharusnya mempekerjakan tim ahli untuk mengidentifikasi artefak yang diperjualbelikan di platformnya.

Sekadar informasi, berdasarkan investigasi BBC pada 2019, ditemukan bukti bahwa artefak berupa mosaik Roman yang masih berada di tanah di Suriah telah ditawarkan di Facebook.


Banyak Permintaan Pembeli Artefak

Facebok, Aplikasi Facebook.
Facebok, Aplikasi Facebook. Liputan6.com/Mochamad Wahyu Hidayat

Bahkan, cukup banyak permintaan akan barang-barang bernilai sejarah ini.

Bahkan, salah satu kasusnya adalah admin grup menanyakan apakah manuskrip jaman Islam awal bisa tersedia dan dibeli di Turki.

Facebook sebelumnya sudah menghapus 49 grup yang memburu artefak serta benda-benda kuno bersejarah. Namun, menurut bukti para peneliti, masih banyak bukti yang memperlihatkan kalau jual beli artefak masih berlanjut.

"Grup terbesar yang kami identifikasi memiliki 150 ribu anggota pada tahun lalu. Kini anggotanya sudah lebih dari 437 ribu," tutur Profesor Amr al-Azm.

(Tin/Isk)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya