Liputan6.com, Jakarta - Kelompok pakar yang ditunjuk Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Kamis pekan lalu memperingatkan bahaya dari pembiaran teknologi surveilans seperti spyware, yang dapat mengancam hak asasi manusia (HAM).
Mereka pun menyerukan adanya moratorium penjualan teknologi surveilans, sehingga tidak membuat sektor ini beroperasi sebagai "zona bebas hak asasi manusia."
Advertisement
Baca Juga
Dilansir dari UN News, Senin (16/8/2021), rekomendasi mereka dikeluarkan usai adanya skandal spyware Pegasus yang menargetkan ratusan jurnalis, aktivis, dan politikus.
Mereka mengatakan, hingga peraturan kuat tentang penggunaan teknologi surveilans diterapkan dan dapat menjamin HAM, maka negara-negara harus memberlakukan moratorium global atas penjualan dan transfer peralatan yang menurut mereka "mengancam nyawa" ini.
"Kami sangat prihatin bahwa alat intrusi yang sangat canggih digunakan untuk memantau, mengintimidasi, dan membungkam pembela hak asasi manusia, jurnalis dan lawan politik," kata para pakar ini.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Langgar Hak
Para pakar HAM tersebut memperingatkan bahwa praktik semacam ini melanggar hak atas kebebasan berekspresi, privasi, serta kebebasan. "Mungkin membahayakan kehidupan ratusan individu, membahayakan kebebasan media."
Lebih lanjut, para ahli mengingatkan kejadian ini bukanlah yang pertama kalinya diangkat. Mereka merujuk pada laporan Mei 2019 dari 'UN Special Rapporteur on Freedom of Opinion and Expression'.
Selain menyerukan moratorium sesegera mungkin, para pakar juga mengatakan bahwa masyarakat internasional gagal memberikan perhatian soal isu ini.
Advertisement
Skandal Spyware Pegasus
Skandal Pegasus sendiri mencuat di Juli lalu, kala organisasi nirlaba Forbidden Stories dan Amnesty International mengungkap adanya pengawasan yang luas, terhadap perangkat seluler ratusan jurnalis, pembela HAM, hingga pimpinan politik.
Surveilans itu dilakukan dengan spyware Pegasus, yang dikembangkan oleh perusahaan Israel NSO Group. Mereka telah membantah tuduhan keterlibatan.
Soal hal ini, para pakar PBB mendesak Israel untuk mengungkapkan langkah-langkah yang diambil untuk meninjau transaksi ekspor NSO.
Mereka menekankan "tugas negara adalah untuk memverifikasi bahwa perusahaan seperti NSO Group tidak menjual atau mentransfer teknologi ke atau membuat kontrak dengan negara dan entitas serupa yang menggunakannya untuk melanggar hak asasi manusia."
(Dio/Isk)
Â
Infografis Waspada WhatsApp Rentan Dibobol Hacker
Advertisement