Liputan6.com, Jakarta - Donald Trump masih terus berusaha untuk kembali ke dunia maya setelah berbagai platform media sosial (medsos), seperti Facebook, Twitter, YouTube hingga Twitch memblokir akun miliknya.
Sebelumnya, mantan Presiden Amerika Serikat (AS) ini sempat berencana membuat medsos tandingan Facebook dkk. Nyatanya, "medsos" yang disebutkan oleh Trump itu hanya sebatas blog.
Hanya dalam kurang dari 1 bulan, blog bernama "From the Desk of Donald J. Trump" pun dihapus dari internet. Tak patah arang, suami dari Melanie Knauss ini berencana untuk membuat medsos baru.
Advertisement
Baca Juga
Adapun media sosil baru milik Presiden AS ke-45 itu bernama TRUTH Social dan berada di bawah naungan perusahaan Trump Media & Technology Group.
"Saya membuat TRUTH Social dan TMTG untuk melawan tirani perusahaan teknologi besar saat ini," kata Trump dalam sebuah pernyataan yang dikutip dari MSN, Kamis (21/10/2021).
Dia menambahkan, "Kita hidup di dunia di mana Taliban memiliki kehadiran besar di Twitter, namun Presiden Amerika favorit Anda telah dibungkam. Ini tidak dapat diterima."
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Soft Launching Aplikasi TRUTH Social
Selain soft launching aplikasi bulan depan, Trump dan timnya berencana untuk merilis TRUTH Social ini secara nasional pada awal tahun depan.
Selain itu, perusahaan juga berencana untuk merilis sebuah layanan video-on-demand yang nantinya akan menampilkan program hiburan, berita, dan podcast.
Advertisement
Donald Trump Ingin Akunnya Dibuka Lagi
Di sisi lain, Donald Trump meminta hakim federal di pengadilan Florida untuk memaksa Twitter membuka kembali akun miliknya.
Donald Trump beralasan, Twitter secara tak pantas menangguhkan akunnya karena menerima tekanan dari anggota kongres.Â
Dalam laporan Bloomberg, dikutip dari New York Post, Senin (4/10/2021), pengajuan Trump mengatakan Twitter "menjalankan tingkat kekuasaan dan kontrol atas wacana politik di negara ini yang tidak terukur."
Lebih lanjut, dalam pengajuannya di Jumat pekan lalu, Presiden AS ke-45 itu mengatakan hal tersebut "secara historis belum pernah terjadi sebelumnya dan sangat berbahaya untuk membuka debat demokratis."
Selain itu, pengajuan Trump mengklaim Twitter secara tidak benar melakukan sensor pada kontennya, dengan memberikan tanda seperti "informasi menyesatkan" dan label partisan lain di cuitannya.
(Ysl/Isk)