Liputan6.com, Jakarta - Zebra Technologies Corporation merilis temuan-temuan menarik melalui penelitian bertajuk 'Pharmaceutical Supply Chain Vision Study'.
Penelitian ini mendapati adanya ketidakpercayaan pasien terhadap obat yang mereka terima dan segmentasi di dalam supply chain farmasi, termasuk pihak yang memproduksi, mendistribusikan, meresepkan, dan mengeluarkan obat-obatan tersebut.
Baca Juga
Sebanyak 43 persen pasien mengatakan takut akan timbulnya penyakit lain dan/atau kematian yang disebabkan oleh obat yang sudah terkontaminasi atau tercemar, tanpa adanya upaya untuk memperbaiki supply chain.
Advertisement
Efikasi dan keamanan obat ada di urutan pertama bagi pasien, di mana 3 dari 4 pasien menyatakan mereka agak atau sangat khawatir terhadap ketidakefektifan obat dalam mengobati kondisi atau penyakit mereka.
Menurut hasil penelitian dari Zebra Technologies yang Tekno Liputan6.com terima, Jumat (17/12/2021), 7 dari 10 pasien khawatir saat menerima:
- Dosis obat yang tidak sesuai karena kesalahan dalam pelabelan, dan bahaya yang bisa mengintai mereka
- Obat hasil pencurian, terkontaminasi, tercemar, kadaluarsa, atau palsu
- Obat yang tidak ditangani/disimpan dengan benar selama masa transit dan kemungkinan mengalami kerusakan atau efikasinya hilang.
Pasien tahu bahwa supply chain yang di bawah standard akan berisiko pada kualitas obat dan efikasinya. Mereka ingin lebih diyakinkan bahwa obat yang mereka konsumsi aman dan asli.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Harapan Pasien
Sebanyak 9 dari 10 pasien mengatakan akan cukup atau sangat penting jika mereka bisa memverifikasi keaslian obat yang diberikan kepada mereka, memastikan bahwa obat tidak dirusak dan memastikan bahwa obat yang sensitif terhadap suhu tetap disimpan di kisaran suhu yang disarankan.
Menurut survei ini, pasien juga mengharapkan produsen obat menunjukkan cara mereka memproduksi/menangani obat (81 persen) dan pengangkutan/penyimpanan obat (82 persen).
Sebanyak 80 persen mengatakan penting untuk memverifikasi sumber bahan-bahan obat, termasuk negara asal dan standar lokal obat itu sendiri.
Selain itu, 79 persen dari responden mengatakan ingin tahu obat mereka berasal dari sumber yang berkelanjutan dan mengkonfirmasi bahwa produsennya menggunakan teknik yang memperhatikan kelestarian lingkungan, perlindungan hewan dan komunitas manusia, serta kesehatan masyarakat.
"Meskipun pemenuhan standar regulasi adalah fokus para pemimpin industri farmasi, perubahan demand pasien ini menunjukkan bahwa ada banyak hal yang harus dilakukan," ucap Christanto Suryadarma, Southeast Asia (SEA) Sales Vice President, Zebra Technologies Asia Pacific.
"Penting sekali adanya kerja sama dari manufaktur, instansi pemerintah, farmasi, dan layanan kesehatan, untuk meraih kepercayaan konsumen terhadap supply chain," sambungnya.
Penelitian ini menunjukkan bahwa industri farmasi harus bekerja lebih keras untuk membuktikan bahwa mereka menempatkan kepentingan pasien di urutan teratas, apabila mereka ingin mendapatkan kepercayaan dan kesetiaan konsumen dalam skala besar.
Advertisement
Pasien Meminta Transparansi
Lebih dari 8 dari 10 pasien setuju bahwa pemerintah/regulator dan perusahaan farmasi harus bekerja sama dengan lebih baik lagi untuk melindungi pasien dan memastikan obat yang mereka terima aman dan efektif.
Dan lebih dari 40 persen pasien serta pembuat keputusan dalam industri farmasi mengatakan bahwa regulator, perusahaan farmasi dan produsen memiliki tanggung jawab paling besar untuk memerangi obat palsu, pencurian obat dan obat terkontaminasi.
Namun, tanggung jawab untuk menerapkan protokol keamanan yang terpercaya ada di pundak mereka yang memproduksi, merilis, dan mengedarkan obat, di mana 57 persen pasien menganggap beban terbesar ada di pundak rumah sakit.
Infografis Sudah Vaksinasi Covid-19, Yuk Tetap Taat Protokol Kesehatan
Advertisement