Twitter Klaim Hapus 1 Juta Akun Bot Setiap Hari

Selama briefing, perusahaan mengonfirmasi telah menghapus sekitar 1 juta akun bot setiap hari.

oleh Yuslianson diperbarui 10 Jul 2022, 13:00 WIB
Diterbitkan 10 Jul 2022, 13:00 WIB
Twitter
Ilustrasi Twitter (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Baru-baru ini, perwakilan Twitter mengungkap laporan kepada media tentang upaya perusahaan untuk memberantas akun bot dan spam.

Paparan ini dilakukan selang beberapa waktu setelah Elon Musk batal beli Twitter seharga USD 44 miliar.

Sebelumnya, platform media sosial ini menmbagikan informasi tentang jumlah akun bot dan spam di Twitter kurang dari 5 persen dari total pengguna.

Selama briefing, perusahaan mengkonfirmasi jumlah bot memang kurang dari 5 persen dari jumlah pengguna dan angka ini tidak berubah sejak 2013.

Mengutip laporan Twitter via Reuters, Minggu (10/7/2022), perusahaan telah menghapus sekitar satu juta akun bot setiap hari.

"Karyawan secara manual memeriksa ribuan akun Twitter secara acak, dan menggunakan informasi publik dan internal untuk menghitung proporsi spam dan bot di jejaring sosial untuk selanjutnya dilaporkan ke pemegang saham," ujar Twitter.

Sebelumnya, tim Elon Musk tidak dapat memperkirakan jumlah bot dengan secara pasti. Twitter berpendapat, perhitungan eksternal data tidak efektif karena memerlukan "informasi pribadi."

Pada saat yang sama, perusahaan menolak untuk mengatakan mereka bermaksud memberikan data kepada Musk secara langsung.

Elon Musk mengumumkan dirinya batal membeli Twitter seharga USD 44 miliar atau sekitar Rp 659 triliun.

CEO Tesla itu menyebutkan, Twitter telah membuat pernyataan yang menyesatkan atas jumlah bot spam di platform jejaring sosial tersebut.

"Terkadang Twitter mengabaikan permintaan Musk, terkadang menolaknya karena alasan yang tampaknya tidak dapat dibenarkan," tulis pengacara Musk, Mike Ringler, sebagaimana dikutip dari NPR, Sabtu (9/7/2022).

Dia menambahkan, "Twitter juga terkadang mengklaim telah mematuhi permintaan Musk, sambil memberikan informasi yang tidak lengkap atau tidak dapat digunakan oleh Elon Musk dan timnya."

Sejumlah pahak hukum mengatakan, hal ini tidak menjadi alasan yang cukup untuk membatalkan kesepakatan senilai USD 44 miliar dimana Elon Musk akan dikenai denda yang besar.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Karyawan Diminta Tak Unggah Cuitan Soal Elon Musk Batal Beli Twitter

Aplikasi Twitter. Ilustrasi: Dailydot.com

Lebih lanjut, Elon Musk batal beli Twitter ikut berdampak pada para pekerja Twitter, yang dilaporkan oleh The Verge, dilarang untuk mengunggah cuitan atau komentar, terkait perjanjian merger tersebut.

Mengutip The Verge, Minggu (10/7/2022), permintaan ini disampaikan oleh Sean Edgett, penasihat umum Twitter, ke karyawan pada Jumat pekan ini. Dalam catatan itu, perusahaan menyatakan bahwa merger ini adalah masalah hukum yang sedang berlangsung.

Tercatat juga, Dewan Direksi sudah berkomitmen untuk menutup transaksi pada harga dan persyaratan yang disepakati dengan Elon Musk, dan berencana mengambil tindakan hukum untuk menegakkan kesepakatan merger.

"Mengingat bahwa ini adalah masalah hukum yang sedang berlangsung, Anda harus menahan diri dari Tweeting, Slacking, atau berbagi komentar apa pun tentang perjanjian merger," tulis memo tersebut.

"Kami akan terus berbagi informasi jika kami mampu, tetapi ketahuilah bahwa kita akan sangat terbatas pada apa yang dapat kita bagikan untuk sementara waktu," tambah memo itu.

 

Twitter Gugat Pemerintah India, Lawan Aturan Perintah Pemblokiran Konten

Ilustrasi Twitter. (Pexels.com/Brett Jordan)

Di sisi lain, Twitter dikabarkan menggugat pemerintah India sebagai bentuk protes atas perintah sensor konten di negara itu. Ini meningkatkan ketegangan atas undang-undang teknologi informasi yang diterapkan negara itu di 2021.

The New York Times melaporkan, seperti dikutip dari Engadget, Kamis (7/7/2022), gugatan itu diajukan pada Selasa waktu setempat, ke Pengadilan Tinggi Karnataka di Bengaluru.

Dalam gugatannya, perusahaan Amerika Serikat itu menuding pemerintah telah menyalahgunakan kekuasaan dengan memerintahkan secara sewenang-wenang dan tidak proporsional, penghapusan beberapa cuitan dari platformnya.

Selain itu, beberapa perintah pemblokiran disebut terkait dengan konten politik di Twitter yang diunggah oleh pegangan resmi partai politik.

"Pemblokiran informasi semacam itu merupakan pelanggaran terhadap kebebasan berbicara yang dijamin oleh warga negara-pengguna platform," tulis gugatan Twitter seperti dikutip dari Tech Crunch.

"Selanjutnya, konten yang dipermasalahkan tidak memiliki hubungan langsung yang jelas dengan alasan di bawah Bagian 69A," tambah mereka.

Twitter juga menyebut, New Delhi mengancam akan membuka proses pidana terhadap chief compliance officer di India, apabila perusahaan tidak mematuhi perintah.

Sebelumnya, hubungan Twitter dengan pemerintah India dikabarkan menegang sepanjang tahun 2021.

Pada bulan Februari 2021, pemerintah India mengancam akan memenjarakan karyawan Twitter kecuali perusahaan menghapus konten yang terkait dengan protes petani yang diadakan tahun 2021.

(Ysl/Tin)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya