Dampak Buruk AI dan Big Data Terhadap Lingkungan, Jauh Lebih Merusak dari Industri Penerbangan!

Kemajuan AI dan big data mendatangkan kekhawatiran terhadap dampaknya bagi lingkungan.

oleh Mustika Rani Hendriyanti diperbarui 21 Sep 2023, 13:00 WIB
Diterbitkan 21 Sep 2023, 13:00 WIB
Artificial Intelligence.
Ilustrasi AI Robotika Bersalaman dengan Manusia (Foto: Freepik)

Liputan6.com, Jakarta - Kemajuan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) dengan big data dan pembelajaran mesin kini semakin mendominasi teknologi informasi.

Berbagai kemudahan dan teknologi canggih ditawarkan di masa sekarang  ini. Namun, hal ini menjadi kekhawatiran bagi para ahli mengenai dampak lingkungan yang diakibatkan oleh komputasi. Terutama terkait dengan data, jejak karbon AI, dan emisi gas rumah kaca.

Hingga saat ini, permasalahan tersebut masih belum terselesaikan sejak adanya pandemi COVID-19 beberapa waktu lalu.

Pada masa pandemi, penerapan data dan AI meningkat secara eksponensial seiring dengan meningkatnya permintaan transformasi digital.

Dikutip dari Forbes, Rabu (20/9/2023), cloud memiliki jejak karbon yang lebih besar dibandingkan seluruh industri penerbangan. Satu pusat data diperkirakan mengonsumsi listrik setara dengan 50.000 rumah.

Sementara itu, kumpulan data untuk pelatihan AI semakin lama semakin besar. Dengan demikian, memerlukan energi yang sangat besar untuk menjalankannya.

Dalam Tinjauan Teknologi MIT, dilaporkan bahwa pelatihan satu model AI dapat mengeluarkan lebih dari 626 pon setara karbon dioksida. Perhitungan ini hampir lima kali lipat emisi seumur hidup rata-rata mobil Amerika.

Dengan demikian, perusahaan AI perlu memperhatikan bahwa penyimpanan data dan AI berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca. Maka dari itu, diperlukan tindakan untuk mengurangi dampak yang diakibatkan. 

Sanjay Podder, Direktur Pelaksana dan Pemimpin Global Inovasi Keberlanjutan Teknologi dari Accenture, mengatakan pertumbuhan data yang eksponensial dan peningkatan permintaan energi sebenarnya dapat melawan dan menghambat kemajuan global dalam perubahan iklim.

Perusahaan Perlu Memitigasi Dampak AI dan Big Data Terhadap Lingkungan

Ilustrasi perubahan iklim
Ilustrasi perubahan iklim (AFP)

Saat ini, komunitas AI telah mengadopsi sikap "bigger is better" terkait data AI. Namun, pendekatan tersebut justru mengancam dan menimbulkan kerusakan lingkungan di masa depan.

Pakar teknologi menilai bahwa AI mengeluarkan energi yang semakin besar untuk membangun model yang semakin besar. Namun, ini berbanding terbalik denganpeningkatan kinerjanya yang semakin menurun.

Yang harus dilakukan oleh perusahaan saat ini tidak hanya mendorong inovasi, tetapi juga perlu memitigasi dampak AI dan big data terhadap lingkungan.

Perusahaan dapat melakukan beberapa hal ini untuk keberlanjutan data dan AI.

1. Mempertimbangkan pengukuran dampak lingkungan

Perusahaan perlu meningkatkan penghitungan karbon dengan memberikan data lebih cepat dan akurat mengenai jejak karbon dan dampak berkelanjutan.

Untuk penghitungan ini, perusahaan dapat menggunakan alat, seperti Net Zero Cloud, SustainLife, dan Microsoft Cloud for Sustainability. Dengan alat-alat ini, perusahaan akan terbantu menvisualisasikan dan memahami kesalahan dari tindakan mereka.

Dengan demikian, perusahaan dapat melakukan perbaikan dan mencegah dampak yang diakibatkan oleh pelatihan AI ataupun big data.

Google Dukung Mitigasi Dampak AI Terhadap Lingkungan

Efek Rumah Kaca
Ilustrasi Bumi. (Credit: pexels.com/Elena)

2. Perkiraan jejak karbon model AI

Machine Learning Emissions Calculator atau Kalkulator Emisi Pembelajaran Mesin dapat membantu praktisi menjalankan estimasi berdasarkan faktor-faktor, seperti penyedia cloud, wilayah grafis, dan perangkat keras.

3. Periksa cara dan lokasi penyimpanan data

Beberapa pekerjaan pelatihan mesin terbesar dipindahkan ke wilayah yang lebih ramah karbon di dunia. Misalnya, Montreal, Kanada. Daerah ini memiliki sejumlah pusat data yang menggunakan pembangkit listrik tenaga air.

4. Meningkatkan transparansi dan pengukuran

Saat peneliti AI mempublikasi hasil mereka untuk model baru, mereka harus menyertakan pengukuran berapa banyak energi yang dipancarkan dalam model mereka. Bersamaan dengan metrik kinerja dan akurasinya.

5. Ikuti praktik terbaik 4M Google

Google telah mengidentifikasi empat praktik terbaik yang dikenal dengan 4M. Praktik ini dapat mengurangi emisi energi dan karbon secara signifikan bagi siapa pun yang menggunakan layanan Google Cloud.

Hal ini mencakup pemilihan arsitektur model pembelajaran mesin yang efisien, penggunaan prosesor dan sistem yang dioptimalkan untuk pelatihan ML. Komputasi di cloud bukan di lokasi dan pengoptimalan peta untuk memilih lokasi dengan energi paling bersih.

Dengan mengikuti praktik ini, Google mengklaim bahwa energi dapat dikurangi hingga 100 kali dan emisi hingga 1000 kali.

 

 

Teknologi Inovatif Untuk Mitigasi Perubahan Iklim

AI generatif Google Cloud
AI generatif Google Cloud. Document/Google

Mengutip World Economics Forum, Selasa (3/7/2023), terdapat tiga teknologi inovatif yang berada di garis depan perubahan iklim. Ketiganya menawarkan harapan dan solusi praktis bagi terhadap perubahan iklim.

Apa saja ketiga teknologi itu, simak paparannya berikut ini.

1. Google Flood Hub - Machine Learning untuk Sistem Peringatan Dini Banjir

Salah satu teknologi yang menonjol dalam ranah perubahan iklim adalah sistem peringatan dini Google Flood Hub. Memanfaatkan algoritme machine learning, sistem ini berfungsi sebagai mekanisme peringatan bagi individu yang tinggal di daerah rawan banjir yang disebabkan oleh sungai, lautan, dan danau.

2. Peran Penting AI dalam Adaptasi Iklim

Menurut perusahaan konsultan global BCG, kecerdasan buatan (Artificial Intelligence, AI) akan memainkan peran penting dalam upaya adaptasi iklim. Dalam Kerangka Kerja Penggunaan AI untuk Memerangi Perubahan Iklim, BCG mengidentifikasi beberapa area di mana AI dapat memberikan dampak yang signifikan.

3. IoT untuk Pengelolaan Air

Pengelolaan air yang efisien menjadi sangat penting seiring dengan suhu yang terus meningkat dan pola curah hujan yang menjadi semakin tidak dapat diprediksi akibat perubahan iklim.

Guna mengatasi tantangan ini, Internet of Things (IoT) telah muncul sebagai alat yang ampuh dalam memaksimalkan dampak pasokan air, khususnya dalam konteks pertanian.

Infografis Journal
Infografis Journal Dunia Kepanasan, Akibat Perubahan Iklim Ekstrem?. (Liputan6.com/Tri Yasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya