Selain mobil mewah impor, pemerintah Indonesia tengah mengkaji pengenaan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) untuk produk telepon pintar (smartphone). Kabar ini membuat sejumlah pihak ketar-ketir. Tidak saja para calon konsumen, para produsen perangkat pun mengkhawatirkan dampak negatif jika nantinya kebijakan tersebut diterapkan.
Product Marketing Samsung Mobile Indonesia Ahmad Irfan Rinaldi mengatakan, konsumen akan jadi pihak yang paling dirugikan karena diharuskan membeli suatu produk dengan harga yang telah di-mark up. Kondisi ini dapat menyebabkan para konsumen 'lari' dan lebih memilih untuk membeli produk black market (BM) yang harganya jauh lebih murah.
"Kebijakan ini bisa jadi malah semakin memberdayakan peredaran produk BM. Harganya yang jauh berbeda pasti menarik minat konsumen, terlebih peredaran produk BM di Indonesia sangat sulit dikendalikan," ungkap Irfan.
Pihak Samsung Indonesia sendiri berharap pemerintah terlebih dulu memikirkan matang-matang sebelum menerapkan kebijakan ini. Regulasi  yang memayungi kebijakan ini diharapkan tidak sampai merugikan banyak pihak, terutama konsumen.
"Setahu kami sekarang masih didiskusikan oleh Menkeu dan Menperindag. Sebagai vendor sudah pasti kami khawatir akan menurunnya jumlah penjualan, namun yang paling utama adalah mencegah pasar BM," lanjut Irfan.
Andaipun kebijakan ini harus diterapkan, Irfan berharap pemerintah dapat lebih selektif dalam menentukan produk seperti apa yang akan dikenai pajak barang mewah.
"Sempat ada pembicaraan internal, intinya sih kami berharap hanya produk premium dengan bandrol di atas Rp 10 juta yang dikenai pajak barang mewah. Jangan sampai dipukul rata, justru jadi tidak adil," tutup Irfan. (dhi/dew)
Product Marketing Samsung Mobile Indonesia Ahmad Irfan Rinaldi mengatakan, konsumen akan jadi pihak yang paling dirugikan karena diharuskan membeli suatu produk dengan harga yang telah di-mark up. Kondisi ini dapat menyebabkan para konsumen 'lari' dan lebih memilih untuk membeli produk black market (BM) yang harganya jauh lebih murah.
"Kebijakan ini bisa jadi malah semakin memberdayakan peredaran produk BM. Harganya yang jauh berbeda pasti menarik minat konsumen, terlebih peredaran produk BM di Indonesia sangat sulit dikendalikan," ungkap Irfan.
Pihak Samsung Indonesia sendiri berharap pemerintah terlebih dulu memikirkan matang-matang sebelum menerapkan kebijakan ini. Regulasi  yang memayungi kebijakan ini diharapkan tidak sampai merugikan banyak pihak, terutama konsumen.
"Setahu kami sekarang masih didiskusikan oleh Menkeu dan Menperindag. Sebagai vendor sudah pasti kami khawatir akan menurunnya jumlah penjualan, namun yang paling utama adalah mencegah pasar BM," lanjut Irfan.
Andaipun kebijakan ini harus diterapkan, Irfan berharap pemerintah dapat lebih selektif dalam menentukan produk seperti apa yang akan dikenai pajak barang mewah.
"Sempat ada pembicaraan internal, intinya sih kami berharap hanya produk premium dengan bandrol di atas Rp 10 juta yang dikenai pajak barang mewah. Jangan sampai dipukul rata, justru jadi tidak adil," tutup Irfan. (dhi/dew)