Sebagian dari Anda mungkin sudah tahu kapan alat komunikasi telepon mulai memasuki peradaban manusia di dunia. Namun, apakah Anda tahu kapan pesawat telepon pertama kali hadir di Indonesia?
Sebelum telepon hadir di Indonesia, sama seperti yang terjadi di Eropa, pemanfaatan telekomunikasi dilakukan dengan telegraf. Di Indonesia sendiri, penggunaan telegraf dimulai sejak saluran telegraf dibuka pada tanggal 23 Oktober 1855 oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Sejak hadirnya telegraf elektromagnetik yang menghubungkan Jakarta (sebelumnya bernama Batavia) dan Bogor (Buitenzorg), pelayanan telegraf dimanfaatkan masyarakat luas di 28 kantor telegraf.
Dan kemudian, kabel komunikasi bawah laut untuk membawa pesan telegraf pun terhubung melintasi Jakarta dan Singapura, disusul jalur kawasan Banyuwangi menuju Darwin, Australia.
Beberapa tahun setelah penggunaan telegraf, muncullah jaringan telepon lokal dan secara cepat menyebar ke sebagian besar wilayah Indonesia pada 16 Oktober 1882. Jaringan telepon lokal pertama itu menghubungkan area Gambir dan Tanjung Priok.
Dimonopoli Pemerintah
Dua tahun kemudian, jaringan telepon didirikan di Semarang dan Surabaya. Khusus untuk hubungan telepon interlokal, perusahaan Intercommunaal Telefoon Maatschappij memperoleh izin selama dua puluh lima tahun untuk menghubungkan jaringan Batavia - Semarang dan Batavia - Surabaya.
Disusul Batavia - Bogor dan kemudian Bandung - Sukabumi. Namun dalam pengembangannya, ternyata perusahaan telepon itu hanya membuka hubungan telepon di kota-kota besar demi keuntungan semata sehingga penyebaran jaringan telepon tidak merata.
Setelah jangka waktu izin berakhir, pada tahun 1906, semua perusahaan jaringan telepon diambil alih dan dikelola oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan membentuk Post Telegraaf en Telefoon Dienst.
Babak Baru Telekomunikasi Indonesia
Sejak saat itulah pelayanan jasa telekomunikasi dikelola oleh pemerintah secara monopoli. Dan pada era tahun 1960an, pembangunan jaringan telekomunikasi di Tanah Air berkembang pesat. Hingga pada tahun 1967, dibentuk gelombang mikro lintas Sumatera, Indonesia Timur yang menghubungkan Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Kalimantan.
Akan tetapi, jaringan telepon saat itu masih menggunakan sistem baterai lokal dan kawat tunggal yang terpasang di atas permukaan tanah sehingga sering mengalami gangguan. Pembaharuan dan modernisasi kemudian dilaksanakan, dengan pemasangan kabel jarak jauh di bawah permukaan tanah.
Dan kawat tunggal diganti dengan kawat sepasang yang menggunakan sistem daya baterai sentral. Hingga sembilan tahun berjalan, Indonesia memulai babak baru bidang telekomunikasi yang ditandai dengan peluncuran satelit Palapa A-1 berjenis HS-333 dari Cape Canaveral.
Kehadiran satelit Palapa memungkinkan cakupan jaringan telepon Indonesia semakin meluas, hingga mencapai luar negeri. Dari situlah pertumbuhan jaringan telepon semakin pesat dan canggih karena didukung teknologi satelit.
Jalin Telekomunikasi Nasional
Hal tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga yang memiliki satelit komunikasi setelah Amerika Serikat dan Kanada. Lalu, perubahan besar terjadi pada era 1989 hingga 1992, di mana Perusahaan Umum Telekomunikasi (Perumtel) yang sebelumnya bernama Post Telegraaf en Telefoon Dienst, menghadapi tantangan untuk segera mewujudkan otomatisasi jaringan seluruh Ibukota.
Badan usaha yang semula berbentuk Perusahaan Umum (Perum) itu pun berubah menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) dengan nama PT Telekomunikasi Indonesia. Langkah itu kemudian menjadikan seluruh Ibukota terangkai dalam satu sistem telekomunikasi otomat nasional.
Pada tahun 1992 hingga 1996, PT Telekomunikasi Indonesia melakukan restrukturisasi internal (divisionalisasi), Kerjasama Operasi (KSO) dan Initial Public Oferring (IPO/go public) di bursa saham Jakarta, London, dan New York. Walhasil, status PT Telekomunikasi Indonesia berubah menjadi perusahaan publik, PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk. (isk/dew)
Artikel serial selanjutnya, kami akan mengupas seputar perkembangan telepon seluler di Indonesia...
Baca juga:
Dari Kaleng, Telegraf Hingga Sinyal Elektrik
Sebelum telepon hadir di Indonesia, sama seperti yang terjadi di Eropa, pemanfaatan telekomunikasi dilakukan dengan telegraf. Di Indonesia sendiri, penggunaan telegraf dimulai sejak saluran telegraf dibuka pada tanggal 23 Oktober 1855 oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Sejak hadirnya telegraf elektromagnetik yang menghubungkan Jakarta (sebelumnya bernama Batavia) dan Bogor (Buitenzorg), pelayanan telegraf dimanfaatkan masyarakat luas di 28 kantor telegraf.
Dan kemudian, kabel komunikasi bawah laut untuk membawa pesan telegraf pun terhubung melintasi Jakarta dan Singapura, disusul jalur kawasan Banyuwangi menuju Darwin, Australia.
Beberapa tahun setelah penggunaan telegraf, muncullah jaringan telepon lokal dan secara cepat menyebar ke sebagian besar wilayah Indonesia pada 16 Oktober 1882. Jaringan telepon lokal pertama itu menghubungkan area Gambir dan Tanjung Priok.
Dimonopoli Pemerintah
Dua tahun kemudian, jaringan telepon didirikan di Semarang dan Surabaya. Khusus untuk hubungan telepon interlokal, perusahaan Intercommunaal Telefoon Maatschappij memperoleh izin selama dua puluh lima tahun untuk menghubungkan jaringan Batavia - Semarang dan Batavia - Surabaya.
Disusul Batavia - Bogor dan kemudian Bandung - Sukabumi. Namun dalam pengembangannya, ternyata perusahaan telepon itu hanya membuka hubungan telepon di kota-kota besar demi keuntungan semata sehingga penyebaran jaringan telepon tidak merata.
Setelah jangka waktu izin berakhir, pada tahun 1906, semua perusahaan jaringan telepon diambil alih dan dikelola oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan membentuk Post Telegraaf en Telefoon Dienst.
Babak Baru Telekomunikasi Indonesia
Sejak saat itulah pelayanan jasa telekomunikasi dikelola oleh pemerintah secara monopoli. Dan pada era tahun 1960an, pembangunan jaringan telekomunikasi di Tanah Air berkembang pesat. Hingga pada tahun 1967, dibentuk gelombang mikro lintas Sumatera, Indonesia Timur yang menghubungkan Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Kalimantan.
Akan tetapi, jaringan telepon saat itu masih menggunakan sistem baterai lokal dan kawat tunggal yang terpasang di atas permukaan tanah sehingga sering mengalami gangguan. Pembaharuan dan modernisasi kemudian dilaksanakan, dengan pemasangan kabel jarak jauh di bawah permukaan tanah.
Dan kawat tunggal diganti dengan kawat sepasang yang menggunakan sistem daya baterai sentral. Hingga sembilan tahun berjalan, Indonesia memulai babak baru bidang telekomunikasi yang ditandai dengan peluncuran satelit Palapa A-1 berjenis HS-333 dari Cape Canaveral.
Kehadiran satelit Palapa memungkinkan cakupan jaringan telepon Indonesia semakin meluas, hingga mencapai luar negeri. Dari situlah pertumbuhan jaringan telepon semakin pesat dan canggih karena didukung teknologi satelit.
Jalin Telekomunikasi Nasional
Hal tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga yang memiliki satelit komunikasi setelah Amerika Serikat dan Kanada. Lalu, perubahan besar terjadi pada era 1989 hingga 1992, di mana Perusahaan Umum Telekomunikasi (Perumtel) yang sebelumnya bernama Post Telegraaf en Telefoon Dienst, menghadapi tantangan untuk segera mewujudkan otomatisasi jaringan seluruh Ibukota.
Badan usaha yang semula berbentuk Perusahaan Umum (Perum) itu pun berubah menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) dengan nama PT Telekomunikasi Indonesia. Langkah itu kemudian menjadikan seluruh Ibukota terangkai dalam satu sistem telekomunikasi otomat nasional.
Pada tahun 1992 hingga 1996, PT Telekomunikasi Indonesia melakukan restrukturisasi internal (divisionalisasi), Kerjasama Operasi (KSO) dan Initial Public Oferring (IPO/go public) di bursa saham Jakarta, London, dan New York. Walhasil, status PT Telekomunikasi Indonesia berubah menjadi perusahaan publik, PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk. (isk/dew)
Artikel serial selanjutnya, kami akan mengupas seputar perkembangan telepon seluler di Indonesia...
Baca juga:
Dari Kaleng, Telegraf Hingga Sinyal Elektrik