Pengamat UI Soroti Larangan Tampil Miftahul Jannah di Asian Para Games 2018

Miftahul Jannah didiskualifikasi di Asian Para Games 2018 karena menggunakan hijab.

oleh Cakrayuri Nuralam diperbarui 10 Okt 2018, 20:45 WIB
Diterbitkan 10 Okt 2018, 20:45 WIB
Asian Para Games 2018 : Judo
Atlet Judo Indonesia, Miftahul Jannah, meninggalkan lokasi pertandingan usai gagal berlaga pada Asian Para Games di Jiexpo, Kemayoran, Jakarta, Senin (8/10/2018). Miftah didiskualifikasi karena enggan melepas hijab nya. (Bola.com/M Iqbal Ichsan)

Liputan6.com, Jakarta - Devie Rahmawati, pengamat sosial Universitas Indonesia menyoroti kasus atlet Indonesia, Miftahul Jannah, yang didiskualifikasi pada ajang Asian Para Games 2018.

Menurut Devie, kejadian ini bisa terjadi di Asian Para Games akibat kurangnya komunikasi dan lobi antara pengurus judo (PJSI) dengan Komite Paralimpiade Asia.

"Pengurus cabang olahraga Judo atau PJSI kurang proaktif dalam melakukan lobi, padahal sebenarnya bisa dinegosiasikan," kata Devie di Jakarta, Rabu (10/10/2018), dikutip dari Antara.

Menurut Devie, aturan mengenai larangan hijab di cabang olahraga judo merupakan aturan baku. Panitia Asian Para Games (Inapgoc) sudah berusaha keras dan semestinya Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) lebih cepat merespons isu tersebut.

"Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, tentu membuat masyarakat kaget. Seharusnya panitia cepat merepsons guna memastikan pada masyarakat bahwa ini memang sebuah aturan yang baku," kata Devie.

Selain itu, katanya, masalah sedikitnya penonton yang hadir dalam mendukung para atlet difabel disebabkan oleh dua hal, yaitu promosi dan perasaan.

* Grab selaku official mobile platform partner juga mendukung Asian Para Games 2018

Kurang Sosialisasi

Ketua Program Studi Vokasi UI tersebut menjelaskan promosi dan sosialisasi yang kurang maksimal dari Pemerintah Daerah (Pemda) membuat kurang antusiasnya masyarakat dalam menyambut Asian Para Games.

"Kita berkaca pada Tokyo, Jepang, di sana gubernur dan jajarannya sangat gencar melakukan sosialisasi Olimpiade. Harusnya kita seperti itu, mengingat masyarakat kita belum terbiasa dengan acara seperti ini, dimana ada atlet difabel dapat menorehkan prestasi yang membanggakan," katanya.

Lebih lanjut, Devie mengatakan masyarakat Indonesia belum bisa mengelola perasaan psikologis ketika melihat disabilitas. Ada perasaan terharu dan sedih sehingga mereka kurang berminat untuk menyaksikan pertandingan.

"Berdasarkan studi kecil-kecilan yang kami lakukan, seorang penonton Asian Para Games mengaku bingung harus bereaksi bagaimana ketika Indonesia meraih juara, mengingat atlet negara lain telah berusaha keras juga. Padahal, para atlet itu ingin diperlakukan biasa saja," ujar Devie.

Devie berharap ke depan sosialisasi lebih gencar dapat dilakukan oleh Pemda, seperti memerintahkan semua murid sekolah untuk memindahkan kelas ke venue pertandingan sebagai ajang belajar empati, nasionalisme, dan konsep disabilitas.

Sebelumnya, diskualifikasi atlet judo tuna netra Miftahul Jannah karena enggan melepas jilbabnya pada saat pertandingan. Miftahul didiskualifikasi karena dianggap membahayakan dirinya ketika bertanding jika tetap mengenakan jilbab. (Ant)

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya