Liputan6.com, Jakarta Sebagai produk budaya kebanggaan Indonesia, industri batik nasional ternyata masih dilanda persoalan cukup berat. Hingga saat ini, ketergantungan para perajin batik pada kapas impor ternyata masih sangat tinggi.
Presiden Komisaris Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI) Romi Oktabirawa mengatakan impor kapas nasional selama ini berasal dari negara-negara seperti China, India, bahkan Amerika Serikat (AS). "Masih tinggi impornya" kata dia, di Jakarta, Kamis (6/3/2014).
Romi menjelaskan, Indonesia sebetulnya pernah berupaya mengembangkan kapas untuk industri batik nasional. Pemerintah diantaranya membuka lahan pertanian kapas di di wilayah Nusa Tenggara Barat.
Sayangnya, upaya pengembangan tersebut gagal karena iklim Indonesia yang tidak cocok.
Industri batik nasional, ujar Romi, juga tak bisa menggantungkan kebutuhannya dari pasar impor. Terlebih lagi, salah satu negara penghasil kapas dunia, AS, juga mulai menghadapi persoalan berkurangnya lahan pertanian kapas. Lahan kapas di negara ini telah beralih fungsi menjadi areal perkebunan seperti jagung.
Untuk menghindari krisis pasokan bahan baku, GKBI mengusulkan agar perajin batik dan industri kombeksi nasional bisa beralih menggunakan serat kayu putih. Produk substitusi ini bisa didatangkan dari Austria. "Sedang optimalkan serat kayu putih".
GKBI mengaku kecewa dengan ketergantungan yang cukup tinggi pada produk kapas impor. padahal dengan potensi alam yang sangat banyak, Indonesia seharusnya mampu memasok kebutuhan industri batik nasional dari dalam negeri.
Advertisement
Minimnya penggunaan teknologi dituding menjadikan penyebab tak optimalnya pengembangan kapas di tanah air. Hingga saat ini, Indonesia masih harus mengadopsi teknologi dari luar negeri.