Pemberlakuan SNI Produk Mainan Dinilai Terlambat

Langkah pemberlakuan SNI bagi produk mainan sangat baik tetapi dinilai terlambat dibanding dengan beberapa negara lain.

oleh Septian Deny diperbarui 19 Apr 2014, 15:08 WIB
Diterbitkan 19 Apr 2014, 15:08 WIB
Mainan Anak
(Foto: Antara)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah mulai memberlakukan Standar Nasional Indonesia (SNI) bagi produk mainan pada 1 Mei 2014 mendatang. Dengan pemberlakuan ini diharapkan produk mainan khususnya mainan anak yang tidak memenuhi persyaratan SNI tidak lagi dijual di pasaran.

Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai langkah Pemerintah menerapkan aturan ini sangat baik yaitu agar konsumen mendapatkan produk mainan yang berstandar mutu baik dan tidak berbahaya.

"Dengan SNI, logikanya produk tersebut dibuat berdasarkan standar yang sudah ditentukan spesifikasinya di Indonesia. Artinya dengan SNI ini diharapkan mainan anak bisa menjadi produk yang berkualitas," ujarnya di Jakarta, Sabtu (19/4/2014).

Meski demikian, dia menilai penerapan aturan ini sangat terlambat karena kewajiban SNI seharusnya bisa diberlakukan lebih cepat. "Kalau dibanding dengan negara-negara lain, kita termasuk telat. Seperti di negara-negara Eropa atau setidaknya Singapura, di sana mainannya sudah bebas dari zat berbahaya," lanjutnya.

Kewajiban SNI terutama bagi mainan anak seharusnya lebih cepat diterapkan karena anak-anak merupakan konsumen dengan kemampuan otak yang masih terbatas, terutama bagi anak dengan usia di bawah 5 tahun.

Menurut Tulus, seharusnya konsumen anak-anank berhak mendapatkan perlindungan yang lebih dibandingkan dengan konsumen dewasa. "Tidak ada lagi mainan yang mengandung zat berbahaya atau yang bentuknya berbahaya seperti runcing atau ukurannya kecil karena saat bermain, anak-anak bisa tertusuk atau mainannya tertelan," katanya.

Dari hasil uji laborium yang dilakukan YLKI terhadap berbagai jenis mainan anak baik produksi dalam negeri maupun mainan impor, ditemukan banyak mainan yang mengandung zat berbahaya seperti air raksa, kadmium dan kromium.

"Ini masih banyak ditemukan mainan dengan zat bahaya, apalagi mainan itu sifatnya edukatif seperti puzzle yang banyak digunakan di Taman Kanak-Kanak(TK) atau Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)," jelasnya.

Selain dari sisi konsumen, YLKI juga meminta Pemerintah melakukan persiapan dan pengawasan bagi para produsen mainan dengan melakukan pembinaan, baik dari sisi teknik serta adanya kemudahan bagi produsen terutama sektor industri kecil menegah (IKM).

Langkah ini agar para produsen dapat mengikuti standar yang telah ditetapkan ini. Dengan bagitu, diharapkan pemberlakuan SNI ini tidak berakibat pada kenaikan harga jual produk mainan.

"Misalnya bantuan modal, karena ketika diwajibkan SNI, ujung-ujungnya produsen ini harus menambah biaya produksi karena akan ada perubahan dari sisi bahan baku yang mungkin lebih mahal atau proses produksi yang akan lebih panjang." jelasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya