Liputan6.com, Jakarta - Kekayaan Elon Musk turun menjadi di bawah USD 400 miliar untuk pertama kali pada 2025 setelah mencapai kekayaan bersih lebih dari USD 486 miliar pada Desember.
Mengutip real time net worth Forbes, kekayaan Elon Musk turun USD 12,5 miliar atau Rp 204,6 triliun, setara 3,2 persen pada 12 Februari 2025 menjadi USD 378,8 miliar atau sekitar Rp 6.188 triliun (asumsi kurs dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 16.371).
Baca Juga
Tesla, perusahaan yang menjadi sumber sekitar 60 persen kekayaan Elon Musk alami tahun yang sangat buruk. Permintaan yang menurun dan keterlibatan Elon Musk yang terus kontroversial dalam politik telah mendorong harga saham Tesla turun hingga 27 persen, demikian mengutip dari Yahoo Finance, Rabu (12/2/2025).
Advertisement
Elon Musk telah kehilangan kekayaan hampir USD 90 miliar atau sekitar Rp 1.473 triliun dalam waktu kurang dari dua bulan. Dengan demikian kekayaan bersih Elon Musk di bawah USD 400 miliar untuk pertama kali pada 2025, menurut Bloomberg Billionaires Index, saat saham Tesla turun dua digit.
Kekayaan Elon Musk mencapai titik tertinggi sepanjang sejarah pada Desember 2024 saat menjadi orang pertama yang memiliki kekayaan bersih sebesar USD 400 miliar atau sekitar Rp 6.549 triliun.
Kekayaan itu terus naik hingga 17 Desember, saat kekayaan Elon Musk mencapai puncak di USD 486,4 miliar atau sekitar Rp 7.963 triliun. Hal itu berkat valuasi SpaceX sebesar USD 350 miliar dan taruhan besar investor pada peran Elon Musk yang luas di lingkaran Presiden AS Donald Trump.
Hanya dua bulan kemudian, kekayaan bersih Elon Musk merosot karena harga saham Tesla anjlok 27 persen. Tesla alami penurunan penjualan year over year pertamanya dengan jual 20.000 kendaraan lebih sedikit pada 2024. Hal ini karena persaingan dengan produsen mobil China yakni BYD yang lebih terjangkau.
Kepemilikan Saham Tesla
Produsen mobil China itu telah mampu mendukung teknologi penggerak Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan yang selalu dijanjikan Tesla tetapi belum terwujud, sebagian karena hambatan regulasi.
Tahun ini tidak tampak cerah bagi perusahaan kendaraan listrik milik Elon Musk. Penjualan Tesla turun 63 persen bulan lalu di Prancis, yang merupakan pasar kendaraan listrik terbesar kedua di Uni Eropa. Penjualan juga merosot 60 persen di Jerman, bagkan saat permintaan kendaraan listrik di Eropa menunjukkan tanda-tanda pemulihan.
Kepemilikan saham dan opsi Tesla milik Elon Musk mencapai sekitar 60 persen dari kekayaan bersihnya, sementara 42 persen sahamnya di SpaceX bernilai USD 136 miliar, menurut Bloomberg. Tesla tidak menanggapi permintaan komentar Fortune.
Saham Tesla
Harga saham Tesla tidak hanya mencerminkan beberapa bulan terakhir yang kurang bergairah bagi perusahaan mobil itu. Saham Tesla turun selama lima hari berturut-turut, bertepatan dengan tawaran yang dipimpin Elon Musk sebesar USD 97,4 miliar untuk OpenAI.
Elon Musk adalah salah satu pendiri dan investor awal di raksasa AI itu, tetapi CEO Sam Altman langsung menolak tawaran itu, dan malah mengusulkan untuk membeli platform media sosial X dari Elon Musk sebesar USD 9,74 miliar.
Advertisement
Ibarat Roller Coaster
Optimisme investor terhadap Tesla menjadi roller coaster sejak pemilihan umum Amerika Serikat, saat saham Tesla langsung naik 14 persen oleh harapan pemerintahan Donald Trump akan bersikap ramah terhadap kendaraan listrik AS.
Tarif yang diusulkan Donald Trump terhadap China dapat mencegah sebagian besar pesaing luar negeri memasuki pasar AS, semencara ancamannya untuk hilangkan subsidi bagi sumber energi alternatif akan berdampak lebih negatif pada perusahaan kendaraan listrik yang lebih kecil.
Penjualan meski tidak lancar, keyakinan itu berlanjut ke laba Tesla karena Elon Musk isyaratkan potensi pendapatan akhir sebesar SUD 10 triliun dari robot Optimus humanoid milik perusahaan dan terus mengandalkan sensasi seputar kendaraan self-driving.
"Ini akan menjadi zaman keemasan bagi Tesla dan Elon Musk,” ujar Direktur Pelaksana Wedbush Securities, Dan Ives.
"Ini adalah komentar Elon Musk yang paling optimistis yang pernah saya dengar,” ia menambahkan.
Namun, status Elon Musk sebagai tangan kanan Donald Trump serta tindakannya memfasilitasi gelombang pemecatan yang mengejutkan sebagai Kepala Departemen Efisiensi Pemerintah telah membuat beberapa konsumen kesal.
"Tantangan terbesar Tesla pada 2025 bukanlah teknologi melainkan persepsi,” ujar Global Head of Investment Strategy Saxo Bank, Jacob Falkencrone.
“Beban politik Elon Musk sekarang membebani penjualan, loyalitas merek dan kepercayaan investor,” ia menambahkan.
Analis Stifel Stephen Gengaro juga setuju keterlibatan politik Elon Musk dapat menjadi berita buruk bagi Tesla. Bersama Morning Consult, Stifel menemukan bulan lalu kalau tingkat kesukaan bersih Tesla berada pada 3 persen, mendekati titik terendah sepanjang masa sejak jajak pendapat dimulai pada 2018. Pekan lalu, Stifel menurunkan target harga dari USD 492 menjadi USD 478 meski pertahankan peringkat belinya.