Sektor Perkebunan Topang Industri Alat Berat

Produksi alat berat dalam negeri tercatat hanya sebesar 1.165 unit pada kuartal I 2014. Jumlah ini mengalami penurunan sebesar 4,5%.

oleh Septian Deny diperbarui 22 Apr 2014, 09:45 WIB
Diterbitkan 22 Apr 2014, 09:45 WIB
Alat Berat
(Foto: Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Produksi alat berat dalam negeri hanya sebesar 1.165 unit pada kuartal I 2014. Jumlah ini mengalami penurunan sebesar 4,5% jika dibandingkan dengan periode yang sama 2013 yang mencapai 1.234 unit. Kondisi ini serupa dengan kuartal IV tahun lalu yang hanya dipatok hingga 1.500 unit.

Ketua Himpunan Alat Berat Indonesia (Hinabi), Pratjojo Dewo mengatakan, penurunan ini karena hingga kini tidak ada perubahan signifikan terhadap kondisi di lapangan baik di sektor pertambangan, konstruksi ataupun perkebunan.

Bahkan sektor konstruksi yang diharapkan dapat menopang permintaan akan alat berat pada tahun ini belum menunjukan pergerakan positif.

"Yang aktif saat ini justru sektor perkebunan. Untuk konstruksi malah tidak ada kenaikan, mungkin akan meningkat pada kuartal III ketika realisasi pembangunan infrastruktur banyak dilakukan," ujar Pratjojo di Jakarta, seperti ditulis Selasa (22/4/2014).

Dia menjelaskan,sektor perkebunan memberikan sumbangan positif terhadap penjualan alat berat pada kuartal I 2014. Hal tersebut dapat membuka kesempatan terhadap peningkatan produksi alat berat.

Menurut Pratjojo, sektor perkebunan sedang meningkat pesat karena proyek bio diesel pemerintah. Oleh karena itu, Indonesia akan memproduksi lebih banyak minyak kelapa sawit mentah/crude palm oil (CPO).

"Aktifnya sektor perkebunan sepertinya dipicu dari proyek bio diesel, untuk itu membutuhkan persiapan sekitar 5-7 tahun, di sinilah kesempatan untuk peningkatan produksi," kata Pratjojo.

Namun, produk alat berat dalam negeri juga memiliki kendala. Pratjojo mengungkapkan jika dibandingkan dengan barang impor, harga alat berat dalam negeri juga sulit bersaing. Hal ini karena produksi alat berat membutuhkan komponen impor.

"Beberapa komponen masih terkena bea masuk, hal inilah yang membuat produk dalam negeri menjadi lebih mahal. Alat berat impor kebanyakan didatangkan dari Amerika Serikat dan China," jelas Pratjojo.

Meski tahun ini diperkirakan pasar alat berat masih lesu, namun Pratjojo memaparkan hal tersebut merupakan hal yang wajar di industri alat berat, karena karakteristik industri alat berat yang fluktuatif. "Itu lumrah karena memang fluktuatif," tandasnya.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya