Jelang Pasar Bebas ASEAN, UKM Kosmetik Tagih Dukungan Pemerintah

Pengusaha terus meningkatkan potensi pasar dan nilai penjualan dengan meningkatkan kualitas atas produk.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 28 Mei 2014, 11:01 WIB
Diterbitkan 28 Mei 2014, 11:01 WIB
Produk kosmetik berbahaya ditemukan dalam razia yang digelar tim gabungan kesehatan Pemerintah Kabupaten Sragen, Jateng. Lebih dari 80 persen toko yang didatangi masih menjual kosmetik berbahaya.

Liputan6.com, Semarang - Siap tidak siap, mau tidak mau, industri kosmetika lokal harus menghadapi pelaksanaan kerjasama perdagangan bebas ASEAN Economic Community (AEC) pada 2015 mendatang.

Hal itu diungkapkan Ketua Umum Persatuan Perusahaan Kosmetik Indonesia (Perkosmi) Jateng, Rosyid Sujono, Rabu (28/5/2014).

Sebab itu Rosyid mengaku saat ini pihaknya terus meningkatkan potensi pasar dan nilai penjualan dengan meningkatkan kualitas atas produk.

"Menjelang pemberlakuan perdagangan bebas di kawasan ASEAN, tentu akan menyebabkan terjadinya persaingan yang ketat untuk memperebutkan pasar,'' kata Rosyid.

Dari hasil kajian Perkosmi, pasar kosmetika Indonesia tak hanya diperebutkan industri kosmetika di Indonesia saja, melainkan juga industri-industri kosmetika dari negara ASEAN lainnya.

Untuk itu, terutama kategori industri kecil seperti Industri Kecil Menengah (IKM) harus didorong agar mereka siap dan mampu bersaing dalam menghadapi pasar perdagangan bebas tersebut.

"Mau tidak mau industri kosmetik harus siap menghadapi perdagangan bebas. Anggota kami terdiri dari 30 industri besar, menengah dan kecil di Jateng telah merapatkan barisan. Pertama, para industri kini berupaya untuk meningkatkan kualitas. Mempersiapkan diri dengan peningkatan kualitas. produksi dan marketing. Bagaimana menjadi penyerang atau bertahan di tengah gempuran produk kosmetik impor,'' papar dia.

Apa yang sudah dilakukan itu, menurutnya bisa lebih optimal jika ada dukungan pemerintah dalam membina usaha kosmetik.

Baik melalui pelatihan peningkatan kualitas maupun bentuk dukungan dalam kemudahan perijinan serta kemudahan memperoleh bahan baku.

Selama ini, kemudahan perijinan ijin edar produk kosmetik terkesan berbelit-belit. Misalnya perijinan produk lokal dari Sukoharjo harus melalui Jakarta.

"Demikian pula kemudahan dalam mendapatkan bahan baku. Selama ini pengusaha kosmetik kesulitan mendapatkan bahan baku karena lebih dari 70% bahan baku berasal dari impor. Bagaimana bisa bersaing kalau bahan baku harus jauh-jauh mengandalkan bahan baku impor. Paling tidak, pemerintah harus berupaya menjembatani pengusaha mendapatkan bahan baku lokal yang lebih dekat dan terjangkau,'' kata Rosyid.

Pemerintah perlu membantu memasarkan produk kosmetik lokal ke luar negeri. Dicontohkan kosmetik Cina yang didukung penuh oleh pemerintahnya menjembatani pemasaran hingga ekspor ke sejumlah negara.

Sementara itu, Direktur Utama PT Victoria Care Indonesia, Billy Hartono Salim menyebutkan bahwa kosmetik impor makin menjadi penguasa pasar industri kosmetik di Indonesia.

Masuknya produk kosmetik impor menghambat penjualan kosmetik lokal. Padahal, kualitas kosmetik dalam negeri tak kalah dengan kosmetik impor.

’’Potensi kosmetik lokal sangatlah besar. Tentunya dengan mengembangkan bahan baku alami tradisional yang selama ini menjadi kekayaan alam Indonesia,’’ katanya. (Edhie Prayitno Ige/Nrm)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya