Kemenhub Diminta Turun Tangan Soal Penutupan Sungai Barito

Pelaku usaha pelayaran menyesalkan penutupan alur pelayaran Sungai Barito, Marabahan di Kabupaten Barito Kuala sejak 5 Juni 2014.

oleh Nurmayanti diperbarui 10 Jun 2014, 15:18 WIB
Diterbitkan 10 Jun 2014, 15:18 WIB
Kemenhub Diminta Turun Tangan Soal Penutupan Sungai Barito
Pelaku usaha pelayaran menyesalkan penutupan alur pelayaran Sungai Barito, Marabahan di Kabupaten Barito Kuala sejak 5 Juni 2014.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) diminta segera turun tangan mencari solusi masalah penutupan alur pelayaran di Sungai Barito. Sebab kondisi ini merugikan dan merepotkan pengusaha nasional.

Pelaku usaha pelayaran menyesalkan penutupan alur pelayaran Sungai Barito, Marabahan di Kabupaten Barito Kuala sejak 5 Juni 2014 oleh Dinas Perhubungan setempat atas perintah Bupati Barito Kuala sehingga kegiatan pelayaran dari hilir ke hulu terhenti.

"Bupati tidak perhatikan bahwa ini bukan ranah dia. Alurkan diatur oleh Kementrian Perhubungan dalam pengawasan  Dirjen laut," jelas Carmelita Hartoto, Ketua Umum Indonesian National Shipowners Association (INSA) Selasa (10/6/2014).

Seperti diketahui, Bupati Barito Kuala melalui suratnya No.180/1258/Hukum perihal Penegasan Pelaksanaan Wajib Pandu di Perairan Wajib Pandu Marabahan, Kabupaten Barito Kuala, tertanggal 26 Mei 2014 menegaskan akan menutup alur pelayaran sejak Kamis, 5 Juni 2014.

Penutupan alur tersebut dilakukan setelah perusahaan PT Pelabuhan Barito Kuala Mandiri (PT PBKM) dan operator pelayaran yang tergabung ke dalam INSA Banjarmasin belum mencapai kesepakatan soal besaran tarif pandu.

Carmelita Hartoto mengatakan INSA bersedia melakukan negosiasi soal tarif wajib pandu dan tunda, asalkan wajar dan sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.

Aturan di Indonesia menyebutkan bahwa No Service No Pay sehingga seharusnya tidak ada wajib tunda atas kapal yang melintasi. 

Alur tersebut, kecuali operator kapal yang meminta pelayanan itu. Ini yang hingga sekarang belum disepakati karena ini  menjadi domain Kementerian Perhubungan.

"Kita sudah bicara besaran untuk pandu tapi mereka masih minta untuk kapal tundanya juga dipakai. Di mana kami merasa tidak diperlukan sehingga kita jawab, bahwa kita akan minta kalau diperlukan, tapi pihak merela tidak mau," tutur dia. (Nrm)

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya