Liputan6.com, Jakarta - Tingkat disparitas harga barang yang tinggi antar wilayah di Indonesia seharusnya mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Pasalnya, disparitas ini sebagian besar disebabkan oleh sistem logistik yang belum baik.
Wakil Ketua Umum Indonesian National Shipowner Association (INSA), Asmari Herry mengatakan, sebagai negara kepulauan, distribusi logistik di Indonesia memang masih tergantung pada moda transportasi laut seperti kapal. Meski demikian, adanya perbaikan pada moda transportasi laut tidak menjamin bisa menurunkan disparitas harga secara signifikan.
"Pemerataan harga tidak hanya ditentukan oleh angkutan laut tetapi juga oleh proses distribusi dari pelabuhan ke daerah pemasaran. Sehingga tergantung dari produktifitas di pelabuhan tujuan. Kemudian distribusi dari pelabuhan sampai ke daerah distribusi, apakah ada jalan yang memadai, moda angkutan apa yang dipakai untuk distribusi," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, seperti ditulis Minggu (22/6/2014).
Menurut Asmari, meskipun distribusi barang dengan kapal berjalan lancar, namun jika tidak diatur sistem logistiknya secara baik, maka tetap saja menimbulkan biaya angkutan yang mahal.
"Dengan angkutan laut juga akan meningkatkan harga kalau tidak ada barang yang diangkut. Misalnya dari Jakarta, ada barang. Kemudian kembali ke Jakarta, kapal dalam keadaan kosong, itu kan mondar-mandir harus pakai BBM dan crew-nya juga harus dibayar," kata dia.
Asmari mengungkapkan, misalnya harga semen di Pulau Jawa hanya Rp 50 ribu sedangkan di Papua bisa mencapai Rp 1 juta, menurutnya hal tersebut merupakan harga yang wajar karena pabrik semen tersebut ada di Jawa sehingga bisa distribusikan melalui jalur darat.
"Kalau di Papua, saya yakin kalau letaknya di pinggir pantai tidak akan Rp 1 juta, mungkin hanya Rp 60 ribu. Tapi kalau adanya di tengah gunung mungkin bisa Rp 1 juta karena tidak ada transportasinya, dia menggunakan helikopter. Kalau pakai helikopter, harga Rp 1 juta itu murah," jelasnya.
Masalah disparitas harga ini sebenarnya bisa saja diatasi dengan mudah, yaitu dengan memberikan subsidi kepada barang yang didistribusikan ke wilayah-wilayah terpencil. Namun hal tersebut berakibat pada semakin beratnya beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Bisa saja disubsidi pemerintah, biaya distribusi ditanggung tetapi itu akan membebankan APBN. Sekarang saja subsidi bengkak. Ditambah lagi sekarang bagi angkutan laut sudah tidak ada subsidi," tandasnya. (Dny/Gdn)
Pengusaha: Harga Semen Rp 1 Juta di Papua Termasuk Murah
Tingkat disparitas harga barang yang tinggi antar wilayah di Indonesia seharusnya mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah.
Diperbarui 22 Jun 2014, 07:01 WIBDiterbitkan 22 Jun 2014, 07:01 WIB
Advertisement
Video Pilihan Hari Ini
Produksi Liputan6.com
powered by
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Apakah Ada Tuntunan Sholat Lailatul Qadar usai Tarawih dan Witir? Buya Yahya Menjawab
KAI Daop 1 Jakarta Buka Posko Kesehatan di Stasiun Gambir dan Senen Selama Masa Angkutan Lebaran
5 Makanan yang Bantu Menurunkan Kadar Asam Urat dalam Tubuh
Sambut Libur Lebaran, 4 Film KlikFilm Rilis Bersamaan di 28 Maret
7 Panduan Menjaga Pola Tidur yang Sehat Selama Ramadan
5 Pengalaman Iftar Unik di Arab Saudi, dari Gurun Pasir hingga Laut Merah
Duka dari 'Daerah Teraman' Anggruk Yahukimo
I’tikaf Baik, tapi Menurut Gus Baha Jangan Semua Orang Melakukannya, Kenapa?
Penggunaan Suku Cadang Berkualitas Jadi Kunci Mudik dengan Aman dan Nyaman
Bareskrim Polri Mulai Selidiki Teror Kepala Babi dan Tikus di Kantor Tempo
Resep Kue Lapis Legit Kukus yang Sering Jadi Sajian Wajib Saat Lebaran
Cara Menghindari Sifat Hasad: Panduan Lengkap Mengatasi Iri Hati