Pembatasan Solar Bikin Jumlah Nelayan Miskin Bertambah 30%

Alokasi solar bersubsidi untuk Lembaga Penyalur Nelayan dipotong sebesar 20 persen mulai 4 Agustus.

oleh Septian Deny diperbarui 09 Agu 2014, 12:16 WIB
Diterbitkan 09 Agu 2014, 12:16 WIB
SPBU di Jakarta Pusat Stop Jual Solar Bersubsidi
Pemilik kendaraan diarahkan untuk mengisi kendaraan mereka dengan Solar non-subsidi dan Pertamax Dex, Senin (4/8/14). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah memangkas alokasi solar bersubsidi untuk Lembaga Penyalur Nelayan (SPBB/SPBN/SPDN/APMS) sebesar 20 persen pada 4 Agustus 2014. Kebijakan ini diyakini akan semakin memberatkan masyarakat keci.

Ketua Dewan Pembina Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Riza Damanik menilai kebijakan ini berpotensi mendongkrak jumlah nelayan miskin di Indonesia.

"Dengan adanya ini sangat memungkinkan angka kemiskinan nelayan meningkat antara 20 persen hingga 30 persen," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Sabtu (9/8/2014).

Dia menjelaskan, saat ini ada sekitar 13,8 juta masyarakat Indonesia yang menggantungkan hidupnya langsung dengan sektor perikanan rakyat.  Dari angka tersebut, 80 persen diantaranya berada pada ekonomi rentan miskin, miskin dan hampir miskin.

"Kalau situasi itu tidak terselesaikan (pemangkasan alokasi solar bersubsidi) maka sudah bisa dipastikan akan ada pertumbuhan kampung miskin di sepanjang pesisir Indonesia," lanjutnya.

Riza menjelaskan, saat ini para nelayan skala kecil di Indonesia sangat menggantungkan hidupnya dari pasokan solar subsidi pemerintah. Jika alokasinya dipangkas, maka akan semakin banyak nelayan yang tidak bisa melaut dan menghasilkan ikan.

"Karena mustahil nelayan kecil bisa berproduksi tanpa keterlibatan pemerintah dalam kegiatan ekonomi mereka. Itu berlaku tidak hanya di Indonesia, tetapi di semua negara seperti Malaysia, China, dan lain-lain," tandasnya.

Seperti diketahui berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 12 Tahun 2014 tentang APBN-P 2014, pemerintah dan DPR sepakat untuk memangkas kuota BBM subsidi dari  48 juta kiloliter (kl) menjadi 46 juta kl.

Untuk menjaga agar konsumsi BBM bersubsidi tidak lebih dari kuota tersebut, telah diterbitkan Surat Edaran BPH Migas Nomor 937/07/Ka BPH/2014 tanggal 24 Juli 2014, tentang pengendalian konsumsi BBM bersubsidi.

Dalam surat tersebut ada empat cara yang ditempuh, sebagai langkah pengendalian. yaitu, peniadaan solar bersubsidi di Jakarta Pusat mulai 1 Agustus.

Pembatasan waktu penjualan solar bersubsidi di seluruh SPBU di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Bali mulai  4 Agustus 2014, akan dibatasi dari pukul 18.00 sampai dengan 08.00 WIB.

Tidak hanya solar di sektor transportasi, mulai 4 Agustus 2014, alokasi Solar bersubsidi untuk Lembaga Penyalur Nelayan (SPBB/SPBN/SPDN/APMS) juga dipotong sebesar 20 persen dan penyalurannya mengutamakan kapal nelayan di bawah 30 GT. Selanjutnya, terhitung mulai 6 Agustus 2014, penjualan premium di seluruh SPBU yang berlokasi di jalan tol ditiadakan. (Dny/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya