Ini Dua Risiko Ekonomi RI Tahun Depan

Meski begitu, Menkeu Chatib Basri optimistis terhadap target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,6 persen di 2015.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 19 Agu 2014, 19:16 WIB
Diterbitkan 19 Agu 2014, 19:16 WIB
Ilustrasi pertumbuhan Ekonomi
Ilustrasi pertumbuhan Ekonomi (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri menyebut dua risiko fiskal yang dikhawatirkan Indonesia pada tahun depan. Keduanya antara lain, rencana The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga dan perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok.

"Pertama, risiko berubahnya asumsi makro di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2015 karena kemungkinan The Fed menaikkan suku bunga. Ini yang harus diantisipasi karena negara berkembang akan terkena dampaknya," ungkap dia kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Selasa (19/8/2014).

Lebih jauh Chatib menjelaskan, saat ini tingkat suku bunga Bank Sentral AS di level 0,25 persen. Dengan angka tersebut, suku bunga Bank Indonesia (BI Rate) sudah di level tinggi 7,5 persen.

"Kalau The Fed adjust lagi suku bunganya, maka negara berkembang akan terpengaruh. Ini harus diantisipasi oleh Menteri sekarang. Jika terlalu jauh adjust-nya, sistem banking kita kena karena sekarang saja banyak yang mengeluh tingkat bunga di perbankan sudah belasan persen. Makanya berdoa saja," paparnya.

Kondisi ini, menurut dia, membawa pemerintah dan Bank Indonesia sepakat untuk memproyeksikan nilai tukar rupiah di angka Rp 11.900 per dolar AS. "Kalau ini terjadi (kenaikan suku bunga AS) bisa merubah asumsi makro karena melihat situasi global," terangnya.

Risiko kedua, Chatib bilang, Indonesia akan terimbas dari melambatnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok akibat proses rebalancing. Kondisi tersebut, sambung dia, membuat harga komoditas menurun dan berdampak ke neraca perdagangan dan penerimaan pajak.

"Di RAPBN 2015 nggak ada pemotongan anggaran karena ada ruang fiskal. Tapi defisit anggaran memang diproyeksikan 2,3 persen dari PDB karena subsidi. Stimulus kita nggak kuat, makanya pemerintahan baru disarankan untuk mengurangi anggaran BBM bersubsidi," harap dia.

Meski begitu, Chatib optimistis terhadap target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,6 persen di 2015. Percaya diri ini, lanjutnya, ditopang dari ruang fiskal di RAPBN tahun depan serta tambahan penerimaan dari ekspor mineral olahan.

"Tapi masih ada ruang tumbuh di atas 5,6 persen dengan asumsi tambahan pertumbuhan dari 0,3-0,4 persen. Ekspor mineral olahan setengah tahun saja menyumbang US$ 1,8 miliar, tapi kalau full US$ 4-5 miliar. Ekspor akan lebih baik meski ada kenaikan suku bunga The Fed dan pengetatan moneter masih berlanjut," tukasnya. (Sis/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya