Penghapusan Premium Bakal Tingkatkan Pelayanan SPBU

Saat ini jumlah SPBU milik Pertamina lebih banyak ketimbang SPBU asing dan penyebaran SPBU Pertamina lebih luas.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 04 Jan 2015, 14:46 WIB
Diterbitkan 04 Jan 2015, 14:46 WIB
SPBU Pertamina
(Foto: Pebrianto Wicaksono/Liputan6.com

Liputan6.com, Jakarta - Pelaksanaan Penghapusan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Ron 88 atau dikenal dengan sebutan Premium yang direkomendasikan oleh Tim Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi akan meningkatkan pelayanan pada Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).

Analis Energi Bower Group Asia, Rangga R Fadilla mengatakan, dengan di hapusnya Premium dan digantikan dengan Ron 92 yang setara dengan Pertamax, maka akan meningkatkan mutu BBM yang dijual oleh SPBU.

Selain itu, SPBU Pertamina juga akan meningkatkan pelayanan agar bisa mempunyai daya saing dengan SPBU Asing.

"Penghapusan Ron 88 justru akan meningkatkan pelayanan SPBU Pertamina," kata Rangg, di Jakarta, Minggu (4/1/2015).

Rangga pun membatah kabar, jika rekomendasi tim yang dikomandoi oleh Faisal Basri tersebut akan membuat SPBU Pertamina kalah Saing. Pasalnya, saat ini jumlah SPBU milik Pertamina lebih banyak ketimbang SPBU asing dan penyebaran SPBU Pertamina lebih luas.

"Kalau penghapusan Ron 88 mebuat SPBU kalah saing dengan SPBU asing itu lebay, saat ini jumlah SPBU Pertamina sekitar 500 unit, tersebar di seluruh Indonesia," ungkapnya.

Rangga pun mengingatkan pemerintah  untuk berhati-hati dalam melaksanakan penghapusan premium. Hal tersebut harus dilakukan secara bertahap tidak bisa langsung.

"Penghapusan RON 88 ide yang bagus. Tapi implementasinya harus hati-hati dan tidak bisa langsung diterapkan," tuturnya.

Menurut Rangga, penghapusan premium dilakukan bertahap karena kilang yang dimiliki Pertamina belum seluruhnya bisa memproduksi Pertamax, jika penerapan penghapusan premium secara langsung akan meningkatkan impor BBM Indonesia.

"Kalau diterapkan secara langsung sama saja kita terbebani impor ujung-ujungnya, walaupun mungkin subsidinya lebih sedikit," tutup Rangga. (Pew/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya