Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengumumkan realisasi asumsi ekonomi makro Indonesia sepanjang 2014.
Â
Hasilnya menunjukkan, pencapaian beberapa asumsi tersebut tidak sesuai dengan ekspektasi atau target di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014.Â
Â
Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengatakan, asumsi ekonomi makro Indonesia meliputi pertumbuhan ekonomi, inflasi, tingkat bunga SPN 3 bulan, nilai tukar rupiah, harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP), lifting minyak dan lifting gas bumi.Â
Â
Lebih jauh dia merinci, pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai akhir 31 Desember tahun lalu mencapai 5,1 persen atau jauh di bawah target APBN-P 2014 yang dipatok 5,5 persen.Â
Â
"Ini dipengaruhi kondisi global dan internal terkait besarnya defisit transaksi berjalan sehingga membuat kebijakan fiskal dan moneter lebih ketat. Imbasnya pertumbuhan ekonomi jadi terkendala," terang dia dalam Konferensi Pers Realisasi APBN-P 2014 di kantornya, Jakarta, Senin (5/1/2015).Â
Â
Asumsi makro lain, tambah dia, terkait inflasi. Indonesia mencatatkan pencapaian inflasi pada tahun lalu sebesar 8,36 persen, melesat dari target APBN-P 2014 sebesar 5,3 persen yang belum memperhitungkan dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi.Â
Â
Bambang mengaku, persoalan inflasi saat ini sudah menjadi konsen Presiden Joko Widodo. Pemerintah, lanjutnya, akan melakukan upaya ekstra dalam pengendalian inflasi bukan hanya dari sisi harga.Â
Â
"Juga membereskan masalah logistik, manajemen, tata niaga di perdagangan yang akan sangat berpengaruh ke inflasi. Jadi harus menuntaskan masalah logistik," ucap dia.Â
Â
Sementara nilai tukar rupiah, sambungnya, terealisasi Rp 11.878 per dolar Amerika Serikat (AS) rata-rata setahun atau terdepresiasi Rp 278 per dolar AS dibanding asumsi APBN-P 2014 sebesar Rp 11.600 per dolar AS.Â
Â
"Pelemahan kurs rupiah menambah apapun terkait dolar AS. Termasuk subsidi BBM, pembayaran bunga utang dan sebagainya," jelas Bambang.Â
Â
Sebaliknya, tutur dia, harga ICP lebih rendah di akhir tahun menjadi US$ 97 per barel. Sedangkan di APBN-P tahun lalu ditargetkan US$ 105 per barel.Â
Â
Asumsi makro lainnya adalah lifting minyak yang justru merosot dari target yakni 818 ribu barel per hari menjadi 794 ribu barel per hari. Serta realisasi lifting gas bumi mencapai target sebesar 1.224 ribu barel setara minyak. Kemudian realisasi suku bunga SPN 3 bulan dari 6 persen menjadi 5,8 persen.(Fik/Nrm)